NAMA : NURMALA SARI
NIM : 22221000396
KELAS : 4 A / DIKSATRASIA
KAJAIN
PROSA FIKSI
ANALISIS
NOVEL
NAMAKU
HIROKO DAN MEMOIRIS OF A GEISHA
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
INTERTEKSTUAL
A. Landasan Teori
Secara
luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
yang lain. Penelitian dilakukan dengan cara mencari hubungan-hubungan bermakna
di antara dua teks atau lebih. Hubungan
antarteks ini bukan hanya mengenai pikiran-pikiran yang dikemukakan, melainkan
juga mengenai struktur penceritaan atau alurnya. Teks-teks yang
dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks juga memberikan
kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram.
B.
Ringkasan Novel
Novel 1
Namaku Hiroko
Novel ini berkisah tentang seorang gadis
berusia sekitar 16 tahun bernama Hiroko
Ueno, Ueno adalah nama
keluarga, Hiroko adalah nama diri. Menyebutkan nama orang Jepang selalu dimulai
dari nama keluarga. Ia adalah anak sulung Yamasaki Ueno, seorang petani biasa
di pulau besar yang terletak paling selatan Jepang. Ketika berusia 4 tahun, ibunya
meninggal,lalu ayahnya kawin lagi. Ibu
tirinya adalah wanita pekerja keras dan sangat menyayangi Hiroko. Dari istri
yang kedua ini lahirlah 2 orang anak laki-laki.
Kehidupan keluarga Hiroko serba
kekurangan. Sejak lulus sekolah
dasar Hiroko tidak melanjutkan pendidikan. Ia hanya tinggal di rumah menolong
ibunya. Di musim-musim
dahsyat atau pergantian musim dan menghancurkan panen, biasanya mereka harus
meminta bantuan penyambung hidup dari orang-orang desa yang lebih mampu sampai
pergantian musim mendatang.
Pada suatu hari, Tuan Tamura, seorang
laki-laki berprofesi tengkulak datang meminta kepada ayah Hiroko agar ia
bekerja di rumah saudaranya di kota. Demi menuruti perintah orangtua ia
menerima pekerjaan itu.
Hiroko bekerja sebagai pembantu di rumah
suami istri yang sudah lanjut umurnya. Kegiatan yang ia lakukan seperti mencuci pakaian, merenda, dan mengerjakan
pembersihan tahunan.
Suatu hari, datang seorang pemuda bangsa
asing ke rumah majikannya hendak mempelajari tata cara dan bahasa Jepang. Hiroko tertarik kepadanya karena belum pernah hidup
berdekatan dengan seorang pemuda. Namun perjumpaannya dengan pemuda itu sangat
singkat karena tiba-tiba Hiroko harus pulang untuk mengikuti upacara
menyembahyangkan neneknya yang meninggal.
Hampir sepuluh bulan lamanya Hiroko
menganggur di desa. Suatu hari ia bertemu dengan teman kecilnya, Tomiko yang
mengajaknya bekerja ke kota Kobe. Tomiko bekerja di rumah konsul bangsa
Perancis, pasangan suami istri muda dengan anaknya laki-laki bermur 4 tahun.
Untuk kedua kalinya, Hiroko bekerja sebagai pembantu di rumah suami istri muda,
dengan bayi mereka berumur beberapa bulan. Rumahnya terletak tidak jauh dari
tempat Tomiko bekerja.
Sehabis bekerja, setiap malam Hiroko
dapat pergi ke permandian umum karena rumah majikannya tidak memiliki kamar
mandi. Disana ia bisa bertemu para pembantu dan membicarakan bermacam-macam hal
tentang kehidupan kota yang sangat asing dirasakannya, seperti gaya berpakaian,
model rambut, model sepatu sampai kepada laki-laki idaman.
Suatu hari,
muncul seorang pemuda bernama Sanao,adik majikan perempuannya. Sanao adalah
tipe laki-laki idamannya,Tubuhnya tegap, yang nyata memperlihatkan kekuatannya.
Dan dengan Sanao, Hiroko pertama kali menyerahkan keperawanannya.Waktu itu ia
berumur hampir sembilan belas tahun. Bukan hanya Sanao saja yang telah
menikmati tubuh Hiroko, majikannyapun telah memperkosanya berkali-kali selama
majikan perempuannya tidak berada di rumah.
Sejak
peristiwa itu, Hiroko mulai memandang sekelilingnya dengan mata yang lebih
teliti. Pikirnya, jika seorang pria tidur dengan seorang perempuan tentulah
disebabkan oleh cinta. Namun ketika tak berapa lama kemudian Sanao akan kembali
ke kota asalnya, Hiroko tidak berani berharap apapun. Ia memaksa dirinya untuk
mengingat Sanao sebagai kenangan baik,
atau sebagai peristiwa tibanya di dunia kedewasaan.
Pada suatu
hari libur, ia pergi ke rumah majikan Tomiko, lalu bertemu dengan seorang
wanita bernama Michiko. Ia bekerja di sebuah bar Moonlight, ia bisa berdansa
dan pandai menarik langganan . Michiko begitu memukau Hiroko, mulai dari
tubuhnya yang tinggi, tatanan rambut, pakaian yang melekat pas pada tubuhnya
sampai cincin emas bertahtakan mutiara yang dikenakannya. Selain itu, Hiroko
sangat kagum akan kepercayaan diri yang besar pada Michiko. Melalui
perbincangan dengan Michiko, Hiroko bertekad untuk belajar menari agar dapat
memperoleh banyak uang seperti Michiko.
Akhirnya Hiroko keluar dari pekerjaannya
dan melamar sebagai pegawai toko. Karena ia dipercaya, ia menjadi model rias
wajah, rambut dan busana oleh Nakajima, pimpinannya, dan mengikuti berbagai
pameran di beberapa kota. Sambil bekerja ia mulai masuk sekolah dansa dan
berteman dengan Natsuko, seorang perempuan yang pendiam dan pemalu.
Kemudian muncullah seorang laki-laki yang telah beristri bernama Yukio Kishihara,
ke toko tempat Hiroko bekerja.Mereka menjalin hubungan beberapa lama sampai
kemudian muncul tokoh pemuda bernama Suprapto.
Kisah pertemuan Hiroko dengan Suprapto
bermula ketika Hiroko menerima tawaran bekerja sebagai penari telanjang dalam
pertunjukan kabaret di klub Manhattan. Karena ia sangat menginginkan uang dan
sudah dapat menari maka pekerjaan ini ia lakukan walaupun tidak diketahui oleh
teman-teman di kantor.
Hubungan Hiroko dengan Suprapto, seorang
pemuda yang berasal dari Indonesia cukup lama. Mereka tinggal bersama di
apartemen Hiroko. Ketika Hiroko hamil dari hubungannya dengan Suprapto, ia
memutuskan untuk menggugurkannya, dan ketika Suprapto mengajak Hiroko untuk
menikah dan tinggal di Indonesia, ia menolak. Akhirnya Suprapto meninggalkan
Hiroko, pulang ke Indonesia.
Pada suatu kesempatan bertemulah Hiroko
dengan Yoshida, yang adalah suami Natsuko, temannya di sekolah dansa. Yoshida
jatuh hati kepada Hiroko, demikian pula sebaliknya. Akhirnya Hiroko mengakui
bahwa dia tidak dapat melepaskan Yoshida, dan Yoshidapun demikian. Walaupun di
tengah kebahagiaan mereka Natsuko melakukan pencobaan bunuh diri, namun Yoshida
tidak bahagia hidup dengan Natsuko dan memilih untuk membelikan Hiroko rumah,
mereka hidup bersama hingga lahir seorang anak perempuan dan seorang anak
laki-laki.
Novel 2
Memoirs
of a Geisha
Pada tahun 1929, dikisahkan seorang anak
berusia sembilan tahun bernama Chiyo, tinggal di sebuah kampung nelayan kecil
di kota Yoroido, Jepang. Ia tinggal bersama
seorang kakak perempuan yang bernama Satsu dan kedua orang tuanya. Kondisi
keluarga mereka sangat miskin, ayahnya sudah tua untuk mencari nafkah sedangkan
ibunya sedang sakit parah. Tidak tahan dengan beban tersebut akhirnya Chiyo dan
Satsu di jual oleh ayahnya melalui tuan Tanaka kepada Nitta Okiya, salah satu
pemilik rumah geisha di distrik Gion. Chiyo di ambil untuk tinggal di Okiya karena dianggap memenuhi
kriteria yang memadai untuk didik menjadi seorang geisha, sedangkan Satsu
bernasib malang ia di jual kesebuah rumah pelacuran. Kakak beradik tersebut
akhirnya terpisah.
Kehadiran Chiyo di
Okiya, rupanya tidak membuat Hatsumomo (seorang Geisha yang tinggal di rumah
Nitta) senang, dia melihat potensi besar pada diri Chiyo yang membuatnya takut
tersaingi. Chiyo memiliki paras yang cantik sehingga jika dilatih sejak kecil,
Chiyo bisa tumbuh menjadi seorang geisha yang terkenal dan banyak diminati, hal
tersebut sangat ditakuti olehnya. Karena alasan tersebut, Chiyo mendapat
perlakuan buruk dari Hatsumomo agar Chiyo tidak mendapat pelatihan untuk
menjadi seorang geisha.
Suatu ketika,
dalam kondisi mabuk Hatsumomo membawa sebuah kimono mahal yang dicuri dari Mameha, seorang saingannya sebagai
geisha. Mameha adalah geisha paling berhasil di distrik Gion. Hatsumomo memaksa
Chiyo untuk merusak kimono Mameha dan tentunya Chiyo harus mengembalikan kimomo
rusak tersebut ke Mameha. Chiyo terpaksa mau dengan harapan Hatsumomo akan
memberitahu rumah pelacuran tempat Satsu tinggal. Dari situlah awal perjumpaan
Chiyo dengan Mameha.
Setelah memperoleh
informasi mengenai keberadaan Satsu, Chiyo-pun mencarinya dan berusaha kabur
bersamanya. Namun, usaha itu gagal. Hingga, Chiyo mendapat kabar dari tuan
Tanaka melalui suratnya, bahwa Satsu telah kabur dari rumah pelacuran, dan
pergi entah kemana bersama pacarnya dari Yoroido, dan tidak terdengar sama
sekali kabarnya, sedangkan kabar yang lebih buruk yaitu kedua orang tua mereka
telah meninggal dunia. Berita tersebut telah memukul perasaan Chiyo. Dia merasa
hidupnya sudah tidak berarti lagi.
Ketika Chiyo
sedang menangisi nasibnya disebuah jembatan, Dia dihampiri oleh seorang pria
dewasa bernama Ken Iwamura, yang membelikannya kembang gula, lalu memberinya
uang yang dibungkus dalam sebuah saputangan. Chiyo sangat bahagia, tiba-tiba
tumbuh keinginannya untuk menjadi seorang geisha dengan harapan kelak dia bisa
berjumpa kembali dengan pria yang membelikannya kembang gula.
Beberapa tahun
kemudian, Chiyo menarik perhatian Mameha – geisha paling berhasil di distrik
Gion dan geisha yang mendapat penawaran tertinggi untuk melepas keperawanannya. Seiring berjalannya
waktu, Mameha membentuk Chiyo menjadi seorang geisha yang cantik,
berkepribadian, pandai menyanyi, menari dan bermain musik. Dan Chiyo-pun
mendapat nama baru yaitu Sayuri. Geisha Sayuri berhasil menyita perhatian
banyak orang dan terkenal di Gion dan yang terpenting Sayuri bisa bertemu
dengan Ken Iwamura, yang ternyata seorang pemimpin dari sebuah perusahaan
besar.
Puncak dari
populeritasnya sebagai geisha, Sayuri menjadi
geisha yang mendapat penawaran tertinggi untuk melepas keperawanan. Orang yang
berhasil memberi penawaran tertinggi yaitu seorang dokter yang bernama Dr.
Crab. Uang yang diperoleh tersebut cukup untuk melunasi hutang Chiyo pada Nitta
Okiya, sehingga pada akhirnya Chiyo bisa terlepas dari cengkraman Nitta Okiya.
Suatu saat,
terjadi Perang Dunia Kedua dan suasanapun berubah drastis. Komplek Geisha di
Gion-pun ditutup, para wanitanya di kirim ke pabrik-pabrik untuk bekerja, Nasib
Mameha dan Sayuri lebih baik, mereka dapat pertolongan dari ketua dan dikirim
ke pabrik tektil yang kondisinya tidak terlalu berat untuk dikerjakan oleh
Sayuri dan Mameha.
Hingga pada
akhirnya Sayuri menjadi simpanan dari sang ketua, Sayuri menemani sang ketua di
sebuah Villa yang dibeli sang ketua, dan menghiburnya dari tahun ketahun,
tetapi tidak membuatnya bosan karena Sayuri berpikir itulah takdirnya untuk
selalu bersama sang ketua, lelaki cinta pertama dan terakhirnya. Beberapa tahun
kemudian Sayuri pindah ke New York dan membuka Tea House miliknya sendiri. Dan
Sayuri menghabiskan sisa hidupnya di sana.
C.
Pembahasan
Novel Namaku Hiroko dan Memoirs of A Geisha
Kajian intertekstualitas dimaksudkan sebagai kajian
terhadap sejumlah teks (sastra), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan
tertentu, misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik
seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, (gaya) bahasa, dan lainnya,
di antara teks yang dikaji. Berikut ini merupakan penjabaran terkait hubungan
intertekstual yang terdapat dalam novel Namaku
Hiroko dan Memoirs of a Geisha.
1. Latar Belakang Pengarang dan Novel
Terdapat perbedaan yang cukup
signifikan pada pengarang novel ‘Namaku Hiroko’ dan ‘Memoirs of A Geisha’.
Nh. Dini adalah
seorang wanita yang mengarang novel ‘Namaku Hiroko’. NH. Dini (dengan nama
lengkap Nurhajati Srihardini) lahir di Semarang pada tanggal 29 Pebruari 1936. Dini menikah dengan seorang diplomat Perancis dan pernah
lama tinggal di Jepang. N.H. Dini adalah sastrawan
wanita Indonesia yang menonjol pada akhir dekade 80-an dengan beberapa karyanya
antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati,
dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang
ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama
biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Arthur Golden dilahirkan dan dibesarkan di Chattanooga, Tenesse. Dia merupakan lulusan Harvard College tahun 1978, dari
jurusan sejarah kesenian, khususnya kesenian Jepang. Pada tahun 1980 dia
memperoleh gelar MA dalam bidang sejarah Jepang dari Columbia University,
tempat dia juga belajar bahasa Mandarin. Setelah melewatkan satu musim panas di
Universitas Beijing, dia bekerja di sebuah majalah di Tokyo. Setelah tinggal
dan bekerja di Jepang, dia mengajar penulisan dan kesusastraan di daerah
Boston. Memoirs of a Geisha adalah novel pertamanya yang dibuat selama 6 tahun.
Novel ini tercetus ketika Arthur bekerja di Jepang dan bertemu seorang pemuda
yang ayahnya pengusaha terkenal dan ibunya mantan Geisha.
Novel Namaku Hiroko
ditulis pada
tahun 1977 dan diterbitkan pada tahun 1986. Dalam novel ini terdapat penguraian
peristiwa yang terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia ke-2. Tokoh utama
(Hiroko) tidak memiliki konflik sebelum peperangan itu terjadi. Hanya saja,
dalam novel tersebut dikisahkan sedikit cerita mengenai pamannya yang bekerja
menjadi seorang dosen di universitas agama setelah perang dunia ke-2 berakhir.
Berbeda dengan Memoirs
of a Geisha, ditulis pada tahun 1990an dan diterbitkan di Indonesia pada
tahun 2002. Dalam novel ini terdapat penguraian peristiwa sejak sebelum
terjadinya Perang Dunia ke-2 hingga berakhirnya perang tersebut. Begitu detail
penulis mendeskripsikan alur segala peristiwa dengan segala perubahan suasana
antara sebelum peperangan, pada masa peperangan, dan berakhirnya peperangan.
2. Kultur Budaya dalam Cerita
Terdapat persamaan dalam kedua novel ini, yaitu dengan latar budaya negara
Jepang. Jepang penuh dengan seni dan budaya. Di dalam kedua novel ini terdapat
latar yang mencerminkan kebudayaan Jepang seperti kehidupan wanita penghibur.
Menyoroti ‘wanita penghibur’, terdapat perbedaan dalam novel karya Nh. Dini dan
Arthur Golden. Dalam ‘Namaku Hiroko’, Hiroko bekerja menjadi seorang wanita
penghibur dengan latar penari telanjang yang tidak melakukan pendidikan formal
sebagaimana Geisha. Berbeda dengan ‘Memoirs of A Geisha’, Sayuri (Chiyo) adalah seorang Geisha yang telah melewati
pendidikan formal untuk menjadi seorang Geisha yang sesungguhnya. Selain itu,
banyak istilah Jepang dapat dijumpai dalam kedua novel ini yang menjadi
kekhasan budaya di Jepang, seperti kutipan berikut.
Di kampungku yang baru, dengan membayar tiga puluh lima yen,
aku dapat membersihkan badan, merendam diri di dalam air panas. (NH-halaman 35)
Jika belum pernah melihat samisen, kau akan
menganggapnya instrumen yang aneh. Ada yang menyebutnya gitar Jepang, tetapi
sebetulnya samisen jauh lebih kecil daripada gitar, dengan tiga tuas penyetel
besar pada ujungnya. (MoG-halaman 62)
Terdapat kesamaan pandangan terhadap kimono, yakni kedua
tokoh begitu mengagumi kimono :
Lalu
kami berhenti terpaku di depan deretan kimono, bermacam corak ragamnya.
Aku gemetar. Aku selalu gemetar berhadapan dengan barang-barang yang demikian
bagus. (NH – hal. 40)
”....Bagus
sekali obi itu. Pasti amat mahal” Aku tak dapat menahan kekagumanku. (NH – hal.
58)
....Aku
datang memakai semacam kimono katun biru putih yang paginya kupakai ke sekolah,
tetapi Tatsumi memakaikan kimono sutra biru tua dengan motif
roda-roda... Aku merasa agak bangga ketika keluar dari kamar itu...
3.
Latar belakang kehidupan dan ekonomi di desa
Latar belakang pada kehidupan tokoh utamanya memiliki
persamaan,
yakni nuansa desa. Begitu juga dengan latar keluarga kedua tokoh yang sama-sama
berasal dari keluarga miskin yang penuh kesulitan dan sedang sangat membutuhkan
uang untuk bertahan pada kehidupan.
Pada novel Hiroko, digambarkan bahwa Hiroko berasal
dari pulau besar yang terletak paling selatan Negara Jepang yaitu Okinawa,
seperti kutipan berikut.
Aku anak sulung Yamasaki Ueno, seorang petani biasa
yang di daerah kami, pulau besar yang terletak paling selatan negeri kami. Desa
kami tidak jauh dari kota, tertembus jalan raya yang menghubungkan Nobeoka
dengan Miyasaki. (halaman
12)
Mulai kecil, aku menolong ibuku dengan mengawasi
kedua adikku, atau menyuapi bubur selagi orangtuaku berada di ladang. Sepulang
dari sekolah, aku memisahkan daun-daun kubis yang kuning busuk dari gumpalan
yang segar. Pada waktu itulah rumah kami yang beratap rendah dan sempit menjadi
pengap oleh bau sayur layu dan bawang yang sengak. (halaman 13)
Pada novel Memoirs of A Geisha, Chiyo
berasal dari desa nelayan Yoroido,seperti kutipan kalimat berikut.
Aku memang dibesarkan di Yoroido, dan tak seorangpun
akan menyebutnya tempat gemerlap. Nyaris tak ada yang mengunjunginya. Di desa
nelayan Yoroido, aku tinggal di rumah yang kusebut “rumah mabuk” .(halaman 12)
Mungkin rumah kami itu sudah roboh jika ayahku tidak
memotong kayu dari perahu nelayan yang kandas dan menyangga atapnya. Kalau tidak sedang menangkap ikan, dia duduk di
lantai di ruang depan kami yang gelap, memperbaiki jalanya. (halaman 13)
4. Pengeksploitasian Anak
Dalam kedua
novel ini, terdapat kesamaan konflik awal seperti terjadinya pengeksploitasian
anak, dalam hal ini Hiroko dan Chiyo. Dalam usia yang begitu belia, mereka
harus dapat menghidupi diri mereka sendiri untuk memperbaiki nasib mereka
kedepannya. Kedua tokoh tersebut dieksploitasi oleh ayahnya kepada orang-orang
yang dianggap mampu memperbaiki nasib anak-anaknya. Hiroko diserahkan kepada
tengkulak untuk dijadikan pembantu, sedangkan Chiyo diserahkan kepada tuan
Tanaka untuk dijadikan pelayan di rumah Geisha. Hiroko dan Chiyo harus
berpindah dari tempat tinggal mereka yang sebelumnya di desa ke kota.
“Tamura-San mempunyai saudara yang tinggal di
kota. Saudaranya itu mencari seorang gadis untuk membantu pekerjaan rumah
tangga. Hiro-cang akan berangkat ke sana beberapa hari lagi. Ayah dan ibu sudah
membicarakannya,” demikian ayahku menjelaskan arti kunjungan tamu itu, sambil
memandang kepadaku…
Pandangku tertanam pada
semut-semut yang merambati tatami di depan lututku. Aku merasa tamu itu tak
sekejap pun mengalihkan pandangan dariku, seperti seorang pembeli yang
mengamati sapi yang akan dibayarnya pada suatu lelang ternak..
(NH- halaman
14 – 15)
________
…kulihat tuan Tanaka
sedang duduk berhadapan dengan ayahku di meja kecil di rumah kami…”Nah,
Sakamoto-san, bagaimana usul saya tadi?”. “Saya tidak tahu, Tuan, “kata ayahku.
“Tak bisa saya bayangkan anak-anak itu tinggal di tempat lain.” ”Saya
mengerti, tetapi keadaan mereka akan lebih baik, dan Anda juga. Suruhlah mereka
ke desa besok sore.”….
…Tetapi
di dalam kepalaku seakan baru terjadi ledakan. Pikiranku pecah
berkeping-keping, tak dapat kusatukan kembali..
(MoG
– halaman 26)
Meskipun terdapat perbedaan pada kisah selanjutnya,
yaitu Hiroko tidak mampu bertahan dengan segala perlakuan majikannya sedangkan
Chiyo tetap berusaha bertahan hingga akhirnya keberuntungan menjumpainya
sehingga ia dapat menjadi seorang Geisha. Dalam proses kehidupan kedua tokoh
tersebut, terdapat berbagai perjuangan yang harus dihadapi oleh kedua remaja
tersebut untuk bisa bertahan dan memperbaiki nasib mereka.
5. Perubahan Pola Pikir
Pada novel The
Memoirs of a Geisha titik tolak
perubahan cara pandang Chiyo terjadi pada saat ia bertemu Ken Iwamura di
jembatan, dimana Ken Iwamura memberikan saputangan kepada Chiyo, dan ketika ia
menatap mata Ken Iwamura, segala kesedihan dan kepedihan hidupnya berubah
menjadi tekad yang sangat besar untuk menjadi geisha yang handal dan terkenal
agar dapat bertemu dengan Ken Iwamura kelak setelah dewasa.
Pada novel
Namaku Hiroko, titik tolak
perubahan pola pikir Hiroko terjadi sejak ia bertemu dengan Tomiko, kawannya. Dan proses itu berlanjut terus seiring dengan pergaulan
yang didapat selama bekerja.
6.
Perjuangan
Kehidupan dan Mencari Cinta
Dalam kedua novel ini, tampak adanya hubungan intertekstual terutama
mengenai struktur cerita, yaitu alur maju dan sudut pandang orang pertama,
yaitu tokoh utama itu sendiri –Chiyo dan Hiroko-. Kedua tokoh, meskipun dengan
latar keluarga yang serupa, namun tetap memiliki perjuangan hidup dan pencarian
cinta yang hampir serupa namun berbeda. Chiyo dengan latar seorang Geisha dan
Hiroko dengan latar wanita yang cinta kebebasan. Keduanya menjalani proses
kehidupan yang begitu kompleks dan menjumpai hal-hal yang sebelumnya tabu
sehingga menjadi suatu hal yang biasa.
Pada tokoh Chiyo, perjuangan mencari cinta yang sesungguhnya tersirat dari
penantian panjangnya untuk bertemu Ken Iwamura. Dan di akhir cerita digambarkan
bahwa perjuangannya membuahkan hasil,mimpinya terjawab. Berikut ini adalah
kisah hidupnya sejak awal hingga Chiyo menemukan kekasih sejatinya.
Tokoh Chiyo digambarkan sebagai seorang anak berusia sembilan tahun yang
karena kondisi kemiskinan harus rela dijual oleh ayahnya melalui Tuan Tanaka,
seperti kutipan berikut,
Suatu sore ketika aku pulang, kulihat Tuan Tanaka sedang
duduk berhadapan dengan ayahku di meja kecil di rumah kami. Aku tahu mereka sedang membicarakan sesuatu yang
serius, karena mereka bahkan tidak menyadari aku masuk. Aku berdiri diam-diam
mendengarkan mereka.
(halaman 26)
Di rumah geisa, Okiya, ia didik untuk menjadi geisha.
Tapi pekerjaan yang dilakukannya adalah layaknya seorang pembantu, seperti
kutipan berikut.
Aku membereskan dan menyimpan futon di pagi hari,
membersihkan ruangan-ruangan, menyapu lorong berlantai tanah, dan semacamnya. (halaman 51)
Ketika Chiyo sedang menangisi nasibnya
di sebuah jembatan, seorang pria, Ken Iwamura, menghampirinya, membelikannya
kembang gula, lalu memberinya uang yang dibungkus dalam sebuah saputangan.
Chiyo sangat bahagia, dan seketika muncul keinginannya yang kuat untuk menjadi
seorang geisha agar dapat berjumpa lagi dengan pria tersebut, seperti kutipan
berikut.
Dengan mata terpejam rapat dan tangan terkatup, aku
berdoa agar para dewa mengizinkanku menjadi geisha. Aku bersedia menahan
penderitaan selama pelatihan, menjalani semua beban berat, demi kesempatan
menarik perhatian orang seperti Ketua lagi (halaman 124).
Seiring berjalannya waktu, Chiyo menjadi
seorang geisha yang cantik, berkepribadian, pandai menyanyi, menari dan bermain
musik. Dan ia mendapat nama baru, Sayuri. Puncak popularitasnya, Sayuri menjadi
geisha yang mendapat penawaran tertinggi untuk melepas keperawanannya kepada
seorang dokter bernama Dr. Crab, seperti kutipan berikut.
Dimulai pada suatu sore ketika Dr. Kepiting dan aku minum
sake dalam upacara yang akan mengikat kami selamanya. Alasan untuk upacara ini
adalah meskipun mizuage itu sendiri akan usai hanya dalam waktu singkat, Dr.
Kepiting tetap akan menjadi pelanggan mizuage-ku sampai akhir hayatnya. (halaman 306)
Dengan berbagai pergolakan serta intrik
yang terjadi di antara para geisha, hasrat Sayuri kembali bergelora untuk
mendekati sang ketua yaitu Ken Iwamura. Bahkan kemudian dia baru mengetahui
bahwa sang Ketua telah menawarkan diri untuk menjadi penyokong dana untuk
Sayuri agar dapat membebaskan Sayuri dan menjadi miliknya dan tidak menjadi
seorang geisha lagi, seperti kutipan berikut.
Namun kehidupanku melunak menjadi sesuatu yang jauh lebih
menyenangkan setelah Ketua menjadi danna-ku. (halaman 463)
Pada tokoh Hiroko, perjuangan mencari cinta tergambar pada pertemuannya
pertama kali dengan Sanao. Walaupun ia tidak dapat sepenuhnya memiliki Sanao,
tetapi pada saat ia bertemu dengan Yoshida, Hiroko seperti menemukan kembali
sosok laki-laki idamannya. Ia berhasil memiliki Yoshida dan hidup bersama.
Hiroko digambarkan sebagai seorang gadis desa yang hidup dalam lingkungan
adat dimana seorang anak harus menurut perintah orangtua, seperti kutipan
berikut.
Ayahku orang yang menentukan dalam kehidupan kami.
Dan aku yang dibesarkan dengan lingkungan adapt kepala tunduk untuk mengiyakan
semua perintah orangtua, tidak melihat alasan apapun buat membantahnya. (halaman 15)
Kemudian ia merantau ke kota untuk bekerja sebagai
pembantu, seperti kutipan berikut.
Aku bekerja
sebagai pembantu di rumah suami-istri yang lanjut umurnya. Rumah
itu cukup besar. Setiap hari ada tujuh kamar yang harus kubersihkan. Aku
membantu sedikit-sedikit di dapur seperti yang kukerjakan di desa. Seminggu
dua kali ada cucian pakaian, tergantung kepada musim. (halaman 16)
Dalam perjalanannya, kehidupan kota mulai membuat
Hiroko menjadi dewasa terutama dalam memandang lawan jenisnya, seperti kutipan
berikut.
Dengan hanya berlapiskan kaus dalam, tampak jelas
olehku kekokohan bahu serta kelapangan dadanya. Tanpa kusadari terasa di dalam
diriku suatu kenikmatan tersendiri yang tidak kumengerti. Aku belum pernah
hidup demikian berdekatan dengan seorang pemuda. Dan segala yang dikerjakannya
menarik hatiku. (halaman 17)
Proses perubahan tersebut dimulai dengan pertemuan
Hiroko dengan Sanao, adik majikannya. Hiroko tertarik pada Sanao, demikian juga
Sanao tertarik pada bentuk fisik Hiroko, sehingga terjadilah hubungan seks di
antara mereka. Dalam benaknya ia berpikir bahwa jika seorang laki-laki tidur
dengan seorang perempuan tentulah disebabkan oleh perasaan cinta.
Kemudian ia berkenalan juga dengan seorang pelanggan
bernama Yukio Kishihara di toko tempat ia bekerja kemudian. Orientasi seks
Hiroko sudah berubah. Seks yang dulu hanya pantas dilakukan karena cinta,
kenyataannya tidaklah demikian, seperti kutipan berikut.
Aku tidak memerlukan
nasehat tentang laki-laki yang menjadi teman untuk bepergian keluar
bersama. Tetapi kenyataan bahwa aku menemukan laki-laki beruang memberiku
perasaan tenang. Ini bukan berarti pula bahwa aku akan terus menghubunginya.
Dia kuanggap hanya sebagai cadangan. (halaman 120)
Bahkan ia mulai memandang materi sebagai sesuatu yang
utama dalam hidupnya, seperti kutipan berikut.
Dalam seharian itu aku menghitung-hitung betapa
banyak barang mewah yang akan terbeli dengan gajiku nanti. Belum sampai
berlayar, aku telah mabuk oleh kilauan dan kilatan berbagai barang kekenesan
wanita yang kuingini. (halaman
27)
Dari perkenalannya dengan Yukio, Hiroko mengenal bar,
menjadi penari telanjang dan hidup serumah layaknya suami-istri dengan
Suprapto, mahasiswa Indonesia di Jepang, seperti kutipan berikut.
Sebelum mengenalnya, aku lebih suka akan keeratan antara
diriku dengan seorang laki-laki, yang memikatku secara jasmaniah. Kalau aku
bertemu dengan seorang laki-laki, tubuh dan wajahnyalah yang paling kuutamakan.
Watak budi bahasanya terletak di belakangnya.
Suprapto memiliki daya tarik tersendiri. Tubuhnya
sedang, melebihiku hanya beberapa sentimeter.
Kalau tersenyum, seluruh pengucapannya berseri dan menarik. Aku
sampai-sampai berpikir, barangkalai dapat hidup terus bersamanya. (halaman 164)
Namun akhirnya ia jatuh di pelukan Yoshida, suami
Natsuko teman dekatnya, seperti kutipan berikut.
“Kudapatkan
penemuan baru malam itu, bahwa aku tidak dapat melepaskan Yoshida lagi. Kemiripan
dengan Sanao yang kupirkirakan semula, hanya berupa jasmaniah, hanya
lahiriah. Semua yang menyentuh keakraban, hanya Yoshidalah yang sanggup
menciptakan sebagai seorang laki-laki yang kukehendaki.” (halaman
239)
D. Kesimpulan
Dari paparan di atas, maka dapat
diketahui bahwa terdapat intertekstual dalam kedua novel Namaku Hiroko dan Memoirs of
a Geisha. Oleh karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, maka dalam
pengkajian ini hanya dibandingkan beberapa unsur struktur saja, yaitu hal
kultur budaya, alur cerita, pengeksploitasian anak, perubahan pola pikir tokoh
utama, penokohan, dan perjuangan hidup dan mencari cinta. Persamaan-persamaan
yang ditemukan dalam kedua novel itu menunjukkan adanya hubungan
intertekstual.. Sedangkan perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalamnya juga
menunjukkan bahwa pada karya sesudahnya terdapat pengembangan yang sifatnya
berupa kreativitas pengarang mengenai fenomena-fenomena yang timbul dari karya
sebelumnya. Sehingga terjadi apa yang dinamakan karya sastra yang serupa tapi
tak nampak sama. Sebabnya adalah karena ada sesuatu yang lain diantara
keduanya.
Adapun teks hipogram yang ditemui
penulis dapat mencakup :1) dilihat dari segi tahun penulisan, novel Namaku Hiroko merupakan hipogram dari
novel Memoirs of a Geisha. Hal ini
mengacu kepada novel Namaku Hiroko telah ditulis jauh sebelum Memoirs of a Geisha. 2) dilihat dari pengisahan
cerita, novel Memoirs of a Geisha merupakan
hipogram dari novel Namaku Hiroko. Hal
ini karena pengkisahan peristiwa pada novel Memoirs
of a Geisha jauh lebih kompleks dibanding Namaku Hiroko. Dalam Memoirs
of a Geisha, penjabaran peristiwa
meliputi kejadian yang terjadi sebelum, pada masa, dan setelah perang Dunia 2
berakhir. Sedangkan Namaku Hiroko hanya sebuah pengkisahan
di tahun setelah Perang Dunia 2 berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar