Senin, 01 April 2013

makalah keanekaragaman bahasa


Pendahuluan
Pada pembahasan ini bahasa terikat dengan berbagai aspek sosial di luar bahasa itu sendiri. Karena itu, sorotan tertuju bukan pada sistem bahasa itu sendiri, tetapi pada keberagaman bahasa (language variation) yang hidup di dalam masyarakat. Keberagaman bahasa memilki macam-macam ragam yaitu: keberagaman menurut pemakainya, keberagaman itu dikaitkan dengan ranah (dominan) dan konteks pemakaian bahasa itu. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan melihat keberagaman berkaitan dengan stilistika penggunaan dan di bagian akhir keberagaman bahasa diperbincangkan dengan mengacu pada fungsi bahasa dalam masyarakat, termasuk masyarakat multibahasa (multilingual).
Bahasa mempunyai variasi-variasi karena bahasa itu dipakai oleh sekelompok manusia untuk bekerja sama dan berkomunikasi, dan karena kelompok manusia itu banyak ragamnya terdiri dari laki-laki, perempuan tua, muda, ada orang tani, ada orang kota, ada yang bersekolah, ada yang tak pernah bersekolah, pendeknya yang berinteraksi dalam pelbagai lapangan kehidupan, dan mempergunakan bahasa untuk pelbagai keperluan. Setiap manusia mempunyai kepribadian sendiri, dan hal ini yang paling nyata tertonjol dalam hal berbahasa. Walaupun suatu kelompok sosial mempunyai satu bahasa dan para anggota kelompok itu tidak akan dapat bekerja sama tanpa ada bahasa, bahkan kelompok sosial itu takkan terwujud tanpa bahasa. Keseragaman tidak akan kita temui dalam bahasa.
Tiap orang, secara sadar atau tidak, mengungkapkan ciri khas pribadinya dalam bahasanya sehingga bahasa tiap orang pun mempunyai ciri khas yang sama sekali tidak sama dengan bahsaa orang lain. Kita katakan, tiap orang mempunyai idiolek. Ferdinand de Saussure (1857-1913), sarjana Swiss, Bapak Linguistik Modern, membedakan sistem bahsa yang ada dalam akal budi pemakai bahasa dalam kelompok sosial, yang disebutnya language, dan manifestasi dan realisasi yang nyata dalam tiap pemakai bahasa, yang disebutnya parole. Variasi bahasa itu merupakan cermin dari parole. 
Keanekaragaman bahasa
Menurut Chaer (2010: 61-72) Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri  variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.
1.      Variasi bahasa
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Terjadinya keanekaragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Keanekaragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas.

2.      Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri  dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang seringkali bersifat ambigu.
Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan oleh variasi bahasa yag disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.

3.      Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan.

4.      Variasi dari Segi Keformalan
Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (Inggris style), yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Dalam kehidupan sehari-hari kelima ragam di atas, yang dilihat dari keformalan penggunaannya, mungkin secara bergantian kita gunakan.

5.      Variasi dan Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama.  
Salah satu sifat bahasa adalah universal, yaitu bahwa bahasa bukan milik perorangan atau sekelompok orang yang tertentu, melainkan milik setiap orang yang mempergunakannya. Kalau saja bahasa Jepang menjadi ciri budaya masyarakat Jepang, tetapi tidak berarti orang diluar masyarakat Jepang tidak boleh mempergunakannya. Karena bahasa bersifat universal, maka bahasa memiliki variasi (ragam). Lahirnya ragam bahasa ini, terutama disebabkan oleh:
1)      Latar belakang asal daerah pemakai bahasa;
2)      Kelompok sosial pemakai bahasa;
3)      Budaya pemakai bahasa;
4)      Situasi pemakai bahasa;
5)      Sikap penutur/pemakai bahasa;
6)      Sudut pandang atau pokok persoalan yang dibicarakan;dan
7)      Sarana yang dipergunakan.
Sehubungan dengan penyebab-penyebab di atas, maka kita kenal beberapa ragam bahasa sebagai berikut.
1.      Ragam Regional
Ragam regional adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh latar belakang asal (geografis) pemakai bahasa. Ragam regional disebut juga sebagai ragam geografis. Sebuah variasi disebut dialek, apabila dicirikan oleh adanya kesalingmengertian (mutual intelligible). Sebagai contoh dalam bahasa Sunda dikenal bahasa Sunda dialek Garut, dialek Cianjur, dialek Banten, dan sebagainya. Ragam bahasa yag dipengaruhi oleh faktor-faktor regional ditandai oleh perbedaan dalam tata bunyi, perbendaharaan kata(meskipun tidak banyak), dan intonasi. Mengenai intonasi (lagu atau nada kalimat), kadang-kadang jika pengetahuan kita memadai dengan sangat mudah dan sederhana dapat kita identifikasi dari daerah mana seorang penutur bahasa tertentu berasal.

2.      Ragam Temporal
Yang dimaksud ragam temporal ialah variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor keurutan waktu atau kronologi. Wujud nyata pemakaian bahasanya disebut kronolek. Contoh kronolek bahasa Jawa:
(1)   Bahasa Kawi/Jawa Kuna: bahasa Jawa yang dipergunakan pada masa sebelum akhir Majapahit.
(2)   Bahasa Jawa Tengahan: bahasa Jawa yang dipergunakan pada masa akhir Majapahit.
(3)   Bahasa Jawa Baru: bahasa Jawa yang dipergunakan pada masa sekarang.

3.      Ragam Sosial
Dalam kenyataan sehari-hari, kita dapat dengan mudah menemukan ragam bahasa karena pengaruh sosial. Tua atau muda, pria atau wanita, kaya atau miskin, bangsawan atau rakyat jelata, semua memiliki potensi untuk memiliki bahasa dengan ciri-ciri tertentu yang membedakan dari kelompok yang lain.
4.      Ragam Kultural
Ragam bahasa yang disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat pemakainya. Suatu bahasa yang dipergunakan oleh penutur asli memiliki perbedaan dengan penutur bukan asli. Variasi yang termasuk ragam kultural, diantaranya sebagai berikut:
5.      Ragam individual
Kalau kita perhatikan setiap orang memiliki cirri kebahasaan yang berbeda-beda. Dua orang yang berasal dari daerah yang sama, tingkatan sosialnya sama, bahkan dua orang kakak beradik sekalipun memiliki ciri kebahasaan yang tidak sama. Hal ini dapat disebabkan oleh oleh factor fisik pada setiap orang yang berbeda. Itulah sebabnya kita dapat mengenali seseorang lewat bahasanya meskipun tidak melihat orangnya. Ciri kebahasaan yang bersifat individual ini disebut idiolek atau idiosinkretik.
6.      Ragam gaya
Gaya (style) merupakan ragam (variasi) bahasa yang disebabkan oleh cara (gaya) berbahasa seseorang. Dalam perwujudannya terbagi atas empat ragam, yaitu:
a.       Gaya frozen atau gaya beku
Ragam bahasa yang dari waktu ke waktu tidak pernah berubah
b.      Gaya formal atau ragam baku
Ragam bahasa yang taat pada norma bahasa yang sudah distandarkan secara mantap. Ragam formal terbagi pula atas ragam formal lisan dan ragam formal tulisan.
c.       Gaya kasual atau ragam informal
Ragam kasual sering dipergunakan dalam situasi yang tidak resmi.
d.      Gaya intim atau ragam akrab
Biasa dipergunakan para penutur yang memiliki hubungan keakraban. Ragam intim sebenarnya hampir sama dengan ragam kasual.
7.      Ragam fungsional
Ragam fungsional adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa.
                Sedangkan menurut Finoza (1993:3)  Ragam bahasa menjadi banyak jumlahnya karena pemilihan corak bahasa yang dipakai oleh sesorang untuk mengomunikasikan sesuatu bergantung kepada tiga hal berikut ini:
a.   Cara berkomunikasi : lisan atau tulis.
Dua macam cara berkomunikasi ini melahirkan dua ragam utama dalam berbahasa, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Dalam praktik pemakaian, para penutur bahasa tentu dapat merasakan perbedaan antara kedua ragam utama tersebut. Perbedaan itu dapat dirinci sebagai berikut:

1.    Ragam lisan menghendaki adanya lawan bicara yang siap mendengar apa yang diucapkan oleh sesorang, sedangkan ragam tulis tidak selalu memerlukan “lawan bicara” yang siap membaca apa yang dituliskan oleh seseorang.
2.    Di dalam ragam lisan, unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, prediakat, objek, dan keteranagn tidak selalu dinyatakan dengan kata-kata. Unsur-unsur itu sering dapat dinyatakan dengan bantuan gerak tubuh dan mimik muka. Di dalam ragam tulis, fungsi-fungsi gramatiakal harus dinyatakan secara eksplisit agar orang yang membaca suatu tulisan, misalnya dalam surat kabar, majalah, atau buku dapat memahami maksud penulisannya.
3.    Ragam lisan terikat pada situasi, kondisi, ruang, dan waktu; sedangkan ragam tulis tidak terikat pada situasi, kondisi, ruang, dan waktu, isi pembicaraan dalam suatu rapat, misalnya baru dapat dipahami oleh sesorang secara penuh bila ia hadir dan turut terlibat di dalam situasi, kondisi, ruang, dan waktu penyelenggaraan rapat yang dimaksud. Tidak demikian halnya dengan ragam tulis. Karya sesorang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain pada situasi, kondisi, tempat, dan waktu yang berbeda-beda.
4.    Di dalam ragam lisan, makna dipengaruhi oleh  tinggi rendah dan panjang pendeknya nada suara, sedangkan di dalam ragam tulis, makna ditentukan terutama oleh pemakaian tanda baca.

b.        Cara pandang penutur terhadap mitra komunikasinya.
Sebelum menentukan pilihan ragam yang akan dipakai, seseorang penutur akan melihat dahulu apakah mitranya itu sedaerah/satu suku dengannya atau tidak apakah mitranya itu orang yang perlu dihormati atau tidak dan bagaimana pendidikannya, rendah atau tinggi. Cara pandang ini mengakibatkan timbulnya ragam kedaerahan (dialek), ragam terpelajar, ragam resmi, dan ragam takresmi.
·         Ragam Dialek dapat dijadikan jika penutur dan mitra/komunikasinya berasal dari suku/etnik yang sama.
·         Ragam tak resmi dipakai jika penutur melihat mitranya sebagai orang biasa yang tidak perlu “dihormati” dan pendidikan atau status sosial mitranya juga tidak tinggi .
·         Pilihan ragam akan beralih ke ragam terpelajar atau ragam resmi jika para penutur dan mitranya multietnik atau suasana pembicaraannya berubah, misalnya dari tak resmi menjadi resmi.
·         Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang formal adalah ragam resmi atau ragam baku, yaitu ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan. Ragam resmi mutlak menuntut pemakaian kata dan kalimat yang baku, sedangkan ragam tidak resmi tidak mutlak menuntut persyaratan tersebut.
Ragam Takresmi Lisan
Ragam Resmi Lisan
Di pakai untuk
·         Berbicara sehari-hari di rumah
·         Bergunjing
·         Bercerita
·         Mengobrol
Dipakai untuk
·         berceramah
·         berpidato
·         berdiskusi
·         memperesentasikan sesuatu
Ragam Takresmi Tulis
Ragam Resmi Tulis
Dipakai untuk
·         menulis surat kepada kerabat
·         menulis surat kepada teman
·         menulis surat kepada pacar
·         menulis catatan harian
Dipakai untuk
·         menulis surat resmi
·         menulis makalah, artikel
·         Menulis proposal
·         Menulis laporan formal
Ragam lisan terkesan cenderung sama dengan ragam dialek dan ragam takresmi: sedangkan ragam tulis formal cenderung sama dengan ragam resmi dan ragam terpelajar. Wujud kesamaan itu dapat dilihat dalam contoh berikut ini:

Ragam
Contoh
Lisan takresmi
Tulis formal
Dialek
Terpelajar
Resmi
Takresmi
sudah saya tulis surat itu.
Saya sudah menulis surat itu.
Gue udah nulis itu buku.*)
Saya sudah menulis surat itu.
Saya sudah menulis surat itu.
Saya sudah nulis surat itu.

c.         Topik yang dibicarakan/dituliskan.
Pembicaraan tentang topik tertentu mengakibatkan terbentuknya ragam bahasa yang mempunyai ciri khas sesuai dengan topik yang dibicarakan, misalnya ragam hukum, ragam bisnis, ragam sastra, ragam kedokteran.
Faktor pembaca antara ragam yang sesuai dengan bidang yang menjadi topik pembicaraan. Ragam hukum,  misalnya, tentu tampil dengan istilah-istilah hukum: ragam sastra tentu diwarnai dengan istilah sastra: ragam kedokteran tentulah sarat dengan istilah kedokteran, dan seterusnya.
Pemakaian kata atau istilah khusus dalam bidang tertentu berdasarkan topik pembicaraan seklaigus menjadi ciri ilmiah atau tidaknya suatu ragam. Pembicaraan dalam bidang  politik, ekonomi, sosial, budaya dengan berbagai topik  dapat bernuansa ilmiah atau nonilmiah.


Ragam / Bidang
Sifat
Nonilmu (nonilmiah)
Ilmu (ilmiah)
Hakim



Bisnis


Sastra


Kedokteran
Dia dihukum karena melakaukan penipuan dan penggelapan.

Setiap agen akan mendapat potongan khusus

Jalan cerita sinetron itu membosankan

Ayan bukan penyakit menular
Dia dihukum karena melakukan tindak pidana


Setiap agen akan mendapat rabat khusus

Alur cerita sinetron itu membosankan

Epilepsi bukan penyakit menular











Daftar Pustaka

Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Suardi, B, dan Sembiring Cornelius B. 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
R,Odien.2004. .Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya. Banten: Untirta Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar