Pendahuluan
Pada pembahasan ini bahasa terikat dengan berbagai aspek sosial di
luar bahasa itu sendiri. Karena itu, sorotan tertuju bukan pada sistem bahasa
itu sendiri, tetapi pada keberagaman bahasa (language variation) yang hidup di
dalam masyarakat. Keberagaman bahasa memilki macam-macam ragam yaitu:
keberagaman menurut pemakainya, keberagaman itu dikaitkan dengan ranah
(dominan) dan konteks pemakaian bahasa itu. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan
dengan melihat keberagaman berkaitan dengan stilistika penggunaan dan di bagian
akhir keberagaman bahasa diperbincangkan dengan mengacu pada fungsi bahasa
dalam masyarakat, termasuk masyarakat multibahasa (multilingual).
Bahasa mempunyai variasi-variasi karena bahasa itu dipakai oleh
sekelompok manusia untuk bekerja sama dan berkomunikasi, dan karena kelompok manusia
itu banyak ragamnya terdiri dari laki-laki, perempuan tua, muda, ada orang
tani, ada orang kota, ada yang bersekolah, ada yang tak pernah bersekolah,
pendeknya yang berinteraksi dalam pelbagai lapangan kehidupan, dan
mempergunakan bahasa untuk pelbagai keperluan. Setiap manusia mempunyai
kepribadian sendiri, dan hal ini yang paling nyata tertonjol dalam hal
berbahasa. Walaupun suatu kelompok sosial mempunyai satu bahasa dan para
anggota kelompok itu tidak akan dapat bekerja sama tanpa ada bahasa, bahkan
kelompok sosial itu takkan terwujud tanpa bahasa. Keseragaman tidak akan kita
temui dalam bahasa.
Tiap orang, secara sadar atau tidak, mengungkapkan ciri khas
pribadinya dalam bahasanya sehingga bahasa tiap orang pun mempunyai ciri khas
yang sama sekali tidak sama dengan bahsaa orang lain. Kita katakan, tiap orang
mempunyai idiolek. Ferdinand de Saussure (1857-1913), sarjana Swiss, Bapak
Linguistik Modern, membedakan sistem bahsa yang ada dalam akal budi pemakai bahasa
dalam kelompok sosial, yang disebutnya language, dan manifestasi dan
realisasi yang nyata dalam tiap pemakai bahasa,
yang disebutnya parole. Variasi bahasa itu merupakan cermin dari parole.
Keanekaragaman
bahasa
Menurut
Chaer (2010: 61-72) Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam
studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974) mendefinisikan
sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri
variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri
variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.
1. Variasi
bahasa
Sebagai
sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama
oleh semua penutur bahasa itu. Terjadinya keanekaragaman atau kevariasian
bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen,
tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat
beragam. Keanekaragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut
digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat
luas.
2. Variasi
dari Segi Penutur
Variasi
bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa
yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi
idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan
kalimat, dan sebagainya.
Variasi
bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi
bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat,
wilayah, atau area tertentu. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka
mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa
mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang
berada dalam dialeknya sendiri dengan
ciri lain yang menandai dialeknya juga. Penggunaan istilah dialek dan bahasa
dalam masyarakat umum memang seringkali bersifat ambigu.
Variasi
ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal,
yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut
sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya
variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu
untuk membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para
penuturnya, seperti usia, pendidikan seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan,
keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.
Sehubungan
dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan oleh variasi bahasa yag disebut
akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.
3. Variasi
dari Segi Pemakaian
Variasi
ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat
keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian
ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,
perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan.
4. Variasi
dari Segi Keformalan
Berdasarkan
tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa atas lima macam gaya (Inggris style), yaitu gaya atau ragam beku
(frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif),
gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Dalam
kehidupan sehari-hari kelima ragam di atas, yang dilihat dari keformalan
penggunaannya, mungkin secara bergantian kita gunakan.
5. Variasi
dan Segi Sarana
Variasi
bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Adanya
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa
bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama.
Salah
satu sifat bahasa adalah universal, yaitu bahwa bahasa bukan milik perorangan
atau sekelompok orang yang tertentu, melainkan milik setiap orang yang
mempergunakannya. Kalau saja bahasa Jepang menjadi ciri budaya masyarakat
Jepang, tetapi tidak berarti orang diluar masyarakat Jepang tidak boleh
mempergunakannya. Karena bahasa bersifat universal, maka bahasa memiliki
variasi (ragam). Lahirnya ragam bahasa ini, terutama disebabkan oleh:
1)
Latar belakang
asal daerah pemakai bahasa;
2)
Kelompok sosial
pemakai bahasa;
3)
Budaya pemakai
bahasa;
4)
Situasi pemakai
bahasa;
5)
Sikap
penutur/pemakai bahasa;
6)
Sudut pandang
atau pokok persoalan yang dibicarakan;dan
7)
Sarana yang
dipergunakan.
Sehubungan dengan
penyebab-penyebab di atas, maka kita kenal beberapa ragam bahasa sebagai
berikut.
1.
Ragam
Regional
Ragam
regional adalah variasi bahasa yang disebabkan oleh latar belakang asal
(geografis) pemakai bahasa. Ragam regional disebut juga sebagai ragam
geografis. Sebuah variasi disebut dialek, apabila dicirikan oleh adanya
kesalingmengertian (mutual intelligible). Sebagai contoh dalam bahasa Sunda
dikenal bahasa Sunda dialek Garut, dialek Cianjur, dialek Banten, dan
sebagainya. Ragam
bahasa yag dipengaruhi oleh faktor-faktor regional ditandai oleh perbedaan
dalam tata bunyi, perbendaharaan kata(meskipun tidak banyak), dan intonasi. Mengenai
intonasi (lagu atau nada kalimat), kadang-kadang jika pengetahuan kita memadai
dengan sangat mudah dan sederhana dapat kita identifikasi dari daerah mana
seorang penutur bahasa tertentu berasal.
2.
Ragam
Temporal
Yang
dimaksud ragam temporal ialah variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor
keurutan waktu atau kronologi. Wujud nyata pemakaian bahasanya disebut
kronolek. Contoh kronolek bahasa Jawa:
(1) Bahasa
Kawi/Jawa Kuna: bahasa Jawa yang dipergunakan pada masa sebelum akhir
Majapahit.
(2) Bahasa
Jawa Tengahan: bahasa Jawa yang dipergunakan pada masa akhir Majapahit.
(3) Bahasa
Jawa Baru: bahasa Jawa yang dipergunakan pada masa sekarang.
3.
Ragam
Sosial
Dalam
kenyataan sehari-hari, kita dapat dengan mudah menemukan ragam bahasa karena
pengaruh sosial. Tua atau muda, pria atau wanita, kaya atau miskin, bangsawan
atau rakyat jelata, semua memiliki potensi untuk memiliki bahasa dengan ciri-ciri
tertentu yang membedakan dari kelompok yang lain.
4.
Ragam
Kultural
Ragam
bahasa yang disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat pemakainya. Suatu
bahasa yang dipergunakan oleh penutur asli memiliki perbedaan dengan penutur
bukan asli. Variasi yang termasuk ragam kultural, diantaranya sebagai berikut:
5.
Ragam individual
Kalau kita perhatikan setiap orang
memiliki cirri kebahasaan yang berbeda-beda. Dua orang yang berasal dari daerah
yang sama, tingkatan sosialnya sama, bahkan dua orang kakak beradik sekalipun
memiliki ciri kebahasaan yang tidak sama. Hal ini dapat disebabkan oleh oleh
factor fisik pada setiap orang yang berbeda. Itulah sebabnya kita dapat
mengenali seseorang lewat bahasanya meskipun tidak melihat orangnya. Ciri
kebahasaan yang bersifat individual ini disebut idiolek atau idiosinkretik.
6.
Ragam gaya
Gaya (style) merupakan ragam (variasi) bahasa yang disebabkan oleh cara (gaya)
berbahasa seseorang. Dalam perwujudannya terbagi atas empat ragam, yaitu:
a.
Gaya
frozen atau gaya beku
Ragam
bahasa yang dari waktu ke waktu tidak pernah berubah
b.
Gaya
formal atau ragam baku
Ragam
bahasa yang taat pada norma bahasa yang sudah distandarkan secara mantap. Ragam
formal terbagi pula atas ragam formal lisan dan ragam formal tulisan.
c.
Gaya
kasual atau ragam informal
Ragam
kasual sering dipergunakan dalam situasi yang tidak resmi.
d.
Gaya
intim atau ragam akrab
Biasa
dipergunakan para penutur yang memiliki hubungan keakraban. Ragam intim
sebenarnya hampir sama dengan ragam kasual.
7.
Ragam fungsional
Ragam fungsional adalah variasi bahasa
yang disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa.
Sedangkan menurut Finoza (1993:3) Ragam bahasa menjadi banyak jumlahnya karena
pemilihan corak bahasa yang dipakai oleh sesorang untuk mengomunikasikan
sesuatu bergantung kepada tiga hal berikut ini:
a.
Cara berkomunikasi : lisan atau tulis.
Dua macam cara berkomunikasi ini melahirkan dua ragam utama dalam
berbahasa, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Dalam praktik pemakaian, para
penutur bahasa tentu dapat merasakan perbedaan antara kedua ragam utama
tersebut. Perbedaan itu dapat dirinci sebagai berikut:
1.
Ragam
lisan menghendaki adanya lawan bicara yang siap mendengar apa yang diucapkan
oleh sesorang, sedangkan ragam tulis tidak selalu memerlukan “lawan bicara”
yang siap membaca apa yang dituliskan oleh seseorang.
2.
Di
dalam ragam lisan, unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, prediakat,
objek, dan keteranagn tidak selalu dinyatakan dengan kata-kata. Unsur-unsur itu
sering dapat dinyatakan dengan bantuan gerak tubuh dan mimik muka. Di dalam
ragam tulis, fungsi-fungsi gramatiakal harus dinyatakan secara eksplisit agar
orang yang membaca suatu tulisan, misalnya dalam surat kabar, majalah, atau
buku dapat memahami maksud penulisannya.
3.
Ragam
lisan terikat pada situasi, kondisi, ruang, dan waktu; sedangkan ragam tulis
tidak terikat pada situasi, kondisi, ruang, dan waktu, isi pembicaraan dalam
suatu rapat, misalnya baru dapat dipahami oleh sesorang secara penuh bila ia
hadir dan turut terlibat di dalam situasi, kondisi, ruang, dan waktu
penyelenggaraan rapat yang dimaksud. Tidak demikian halnya dengan ragam tulis.
Karya sesorang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang
lain pada situasi, kondisi, tempat, dan waktu yang berbeda-beda.
4.
Di
dalam ragam lisan, makna dipengaruhi oleh
tinggi rendah dan panjang pendeknya nada
suara, sedangkan di dalam ragam tulis, makna ditentukan terutama oleh pemakaian
tanda baca.
b.
Cara pandang penutur terhadap mitra komunikasinya.
Sebelum menentukan pilihan ragam yang akan dipakai, seseorang
penutur akan melihat dahulu apakah mitranya itu sedaerah/satu suku dengannya
atau tidak apakah mitranya itu orang yang perlu dihormati atau tidak dan
bagaimana pendidikannya, rendah atau tinggi. Cara pandang ini mengakibatkan
timbulnya ragam kedaerahan (dialek), ragam terpelajar, ragam resmi, dan ragam
takresmi.
·
Ragam
Dialek dapat dijadikan jika penutur dan mitra/komunikasinya berasal
dari suku/etnik yang sama.
·
Ragam
tak resmi dipakai jika penutur melihat mitranya sebagai orang biasa yang tidak
perlu “dihormati” dan pendidikan atau status sosial mitranya juga tidak tinggi
.
·
Pilihan
ragam akan beralih ke ragam terpelajar atau ragam resmi jika para penutur dan
mitranya multietnik atau suasana pembicaraannya berubah, misalnya dari tak
resmi menjadi resmi.
·
Ragam
bahasa yang digunakan dalam situasi yang formal adalah ragam resmi atau ragam
baku, yaitu ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan. Ragam resmi
mutlak menuntut pemakaian kata dan kalimat yang baku, sedangkan ragam tidak
resmi tidak mutlak menuntut persyaratan tersebut.
Ragam
Takresmi Lisan
|
Ragam Resmi
Lisan
|
Di pakai
untuk
·
Berbicara
sehari-hari di rumah
·
Bergunjing
·
Bercerita
·
Mengobrol
|
Dipakai untuk
·
berceramah
·
berpidato
·
berdiskusi
·
memperesentasikan
sesuatu
|
Ragam
Takresmi Tulis
|
Ragam Resmi
Tulis
|
Dipakai untuk
·
menulis
surat kepada kerabat
·
menulis
surat kepada teman
·
menulis
surat kepada pacar
·
menulis
catatan harian
|
Dipakai untuk
·
menulis
surat resmi
·
menulis
makalah, artikel
·
Menulis
proposal
·
Menulis
laporan formal
|
Ragam lisan terkesan cenderung sama dengan ragam dialek dan ragam
takresmi: sedangkan ragam tulis formal cenderung sama dengan ragam resmi dan
ragam terpelajar. Wujud kesamaan itu dapat dilihat dalam contoh berikut ini:
Ragam
|
Contoh
|
Lisan takresmi
Tulis formal
Dialek
Terpelajar
Resmi
Takresmi
|
sudah saya tulis surat itu.
Saya sudah menulis surat itu.
Gue udah nulis itu buku.*)
Saya sudah menulis surat itu.
Saya sudah menulis surat itu.
Saya sudah nulis surat itu.
|
c.
Topik yang dibicarakan/dituliskan.
Pembicaraan tentang topik tertentu mengakibatkan terbentuknya ragam
bahasa yang mempunyai ciri khas sesuai dengan topik yang dibicarakan, misalnya ragam
hukum, ragam bisnis, ragam sastra, ragam kedokteran.
Faktor pembaca antara ragam yang sesuai dengan bidang yang menjadi
topik pembicaraan. Ragam hukum,
misalnya, tentu tampil dengan istilah-istilah hukum: ragam sastra tentu
diwarnai dengan istilah sastra: ragam kedokteran tentulah sarat dengan istilah
kedokteran, dan seterusnya.
Pemakaian kata atau istilah khusus dalam bidang tertentu
berdasarkan topik pembicaraan seklaigus menjadi ciri ilmiah atau tidaknya suatu
ragam. Pembicaraan dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dengan berbagai topik
dapat bernuansa ilmiah atau nonilmiah.
Ragam / Bidang
|
Sifat
|
|
Nonilmu (nonilmiah)
|
Ilmu (ilmiah)
|
|
Hakim
Bisnis
Sastra
Kedokteran
|
Dia dihukum karena melakaukan penipuan dan penggelapan.
Setiap agen akan mendapat potongan khusus
Jalan cerita sinetron itu
membosankan
Ayan bukan
penyakit menular
|
Dia dihukum karena melakukan tindak pidana
Setiap agen akan mendapat rabat khusus
Alur cerita
sinetron itu membosankan
Epilepsi bukan
penyakit menular
|
Daftar Pustaka
Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa
Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Suardi, B, dan Sembiring Cornelius B. 2005. Pesona Bahasa
Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
R,Odien.2004. .Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya. Banten: Untirta
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar