Citra
perempuan dibalik dunia periklanan
Berbicara tentang wanita tidak terlepas
dari penampilan fisiknya. Segala bentuk interpretasi dari tubuh wanita
merupakan perbincangan yang tak pernah bertepi. Berbagai tema kerap
muncul di setiap perdebatan. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sebuah
representasi lebih mudah diterima dalam masyarakat apabila telah ada sistem
pemaknaannya. Pemaknaan mengenai citra kecantikan wanita, di dalam struktur
sosial masyarakat berkembang melalui tataran nilai-nilai budaya yang telah
dianut lama, seperti tradisi, adat, norma dan sebagainya. Misalnya, dalam
budaya jawa wanita dan kecantikan diibaratkan sebagai sekeping mata uang logam
dengan dua sisi yang saling berdekatan. Ungkapan dan perlambangan
mengenai kecantikan wanita, selalu mengacu pada hal yang bersifat feminitas dan
keibuan. Wanita simbol pembawa keindahan
yang mengandung makna kehalusan, keanggunan, kelembutan, dan lainnya.
Kecantikan sebagaimana keindahan, menjadi harmoni yang bermakna keseimbangan
antara lahir dan batin. Namun demikian, makna kecantikan sangat relatif serta
beragam yang selalu mengalami gerak pergeseran bersamaan dengan perkembangan
jaman jauh sebelumnya, pernah wanita ideal diidentikkan dengan tubuh yang gemuk
dan berlekuk-lekuk layaknya wanita rumahan. Bentuk tubuh ideal pada masa
tersebut adalah yang mampu mewakili citra kesuburan.
Pergeseran makna cantik yang selalu
berubah mengikuti perkembangan jaman, menunjukkan adanya perubahan bentuk mengenai
kecantikan itu sendiri. Sebagai bagian dari perlekatan konsep wanita
ideal, industri media, dalam hal ini iklan-iklan di media massa, memiliki peran
melalui lalu lintas pesan yang dikomunikasikannya kepada khalayak (wanita). Jika
meluangkan waktu mengamati iklan-iklan yang selalu muncul atau saat menyelingi
acara sinetron di televisi, sebagian besar diantaranya hampir semua berisi iklan produk perawatan kecantikan untuk
wanita. Dengan adanya citra kulit wanita yang dibentuk oleh industri,
kulit yang kuning langsat masih menjadi daya jual produk-produk kecantikan di
Indonesia. Namun kini, seiring munculnya produk sabun dan pemutih, citra wanita
cantik yang mulai dikedepankan adalah citra wanita yang berkulit putih bersih.
Kecenderungan seseorang untuk menemukan
kekurangan pada dirinya adalah suatu hal yang sangat memungkinkan. Artinya,
seseorang akan melihat dirinya serba kekurangan. Fenomena inilah yang kemudian
dimanfaatkan oleh kalangan pembuat iklan untuk memasuki wilayah bawah sadar
seseorang. Beberapa produk perawatan tubuh ditawarkan untuk menutupi
kekurangan-kekurangan itu. Sehingga jika berbicara tentang tubuh perempuan,
tidak terlepas dari perdebatan ragam rekayasa citra. Citra akan permaianan
tubuh merupakan sebuah permainan yang rapi dan terancang amat baik. Dalam
konteks ini, pembuat iklanlah yang menjadi dalang utama. Berbagai janji
ditawarkan lewat iklan yang dirancang. Mulai dari pemaparan argumen, persuasi,
hingga visual.
Saat ini konsumen telah dibanjiri oleh
bermacam iklan produk yang hadir melalui televisi, radio, maupun media lainnya.
Bermacam produk saling berlomba dalam melakukan penetrasi ruang bawah sadar
konsumen dengan beragam trik persuasi komunikasi. Banyaknya informasi yang menyerbu benak konsumen menyebabkan
kondisi lebih komunikasi, suatu keadaan dimana konsumen tidak mampu lagi bahkan
untuk mengingat produk-produk yang ditawarkan. Hanya produk istimewa saja
kiranya yang mampu mendapat perhatian pemirsa sebagian besar.
Keindahan yang
dimiliki perempuan dalam kesehariannya, membentuk keseragaman dan membawa
mereka kepada sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Antara lain, perempuan
harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak tampil prima untuk
menyenangkan suami dan pantas diajak ke berbagai acara, cerdas dan menjadi
sumber pengetahuan dan moral keluarga di rumah. Perempuan juga sering disebut
sebagai penyambung keturunan, lemah lembut, anggun, pandai memasak, lebih
emosional, fisik kurang kuat, lincah, keibuan, manja, tidak bernalar,
bergantung, pasif, lemah, penakut, digambarkan sebagai objek seksual, dengan
menekankan pada figur dan pakaian cantik.
Fungsi periklanan sebagai salah satu unsur persuasi dalam
mempengaruhi emosi konsumen, pada akhirnya menjadi pilihan utama dan menjadi
sangat menonjol tatkala menjaga
keunggulan suatu produk di pasar. Terutama promosi suatu produk yang
dilakukan produsen melalui bentuk iklan-iklan secara audio visual.
Menyadari hal ini, produsen berantusias menggunakan jasa biro iklan.
Maka, menjadi tugas yang berat bagi biro iklan untuk memperjuangkan misi suatu
produk ketika dipasarkan ke masyarakat luas melalui sebuah iklan.
Penggambaran
yang cenderung mengambarkan perbedaan gender sering kali menjadi ide sentral
dan citra perempuan dalam berbagai iklan. Sedemikian kuatnya citra perempuan
dalam konstruksi tradisional, Berbeda dengan pria, perempuan kebanyakan
ditandai dengan gaya rambut, mode pakaian, make up wajah dan aksesoris lain. Setiap aspek fisik
dalam diri perempuan membawa maknanya sendiri. Tetapi tidak demikian dengan
pria. Umumnya pria mempunyai gaya yang standar contohnya, seperti mengenakan
celana dengan pakaian yang lebih terang dan gaya rambut standar.
Perempuan
selalu ditampilkan menarik secara visual, padahal belum tentu demikian
kebenarannya. Hal-hal yang berkaitan dengan visual inilah yang menimbulkan
berbagai penilaian yang berbeda-beda pula terhadap citra seorang perempuan.
Berdasarkan berbagai alasan di atas, maka iklan pun banyak yang menggunakan
perempuan sebagai modelnya, karena tampaknya iklan dipercaya akan mampu
mendapatkan pengaruh bila menggunakan wanita sebagai salah satu ilustrasi atau
modelnya, bahkan sekalipun produk tersebut bukan dimaksudkan untuk digunakan
oleh perempuan.
Kini gambaran
perempuan dalam media perlahan berubah. Sebagai contoh, saat ini, daftar
perempuan yang mengisi sejarah bangsa dan peradaban meningkat luar biasa.
Perempuan kini tidak lagi hanya diliput karena “pertama wanita presiden”, tapi karena mereka adalah “presiden pertama wanita” di berbagai
negara. Perempuan tidak lagi hanya dilihat sebagai objek keindahan
badaniah untuk dipandang, tapi mereka dilihat sebagai manusia
multi-dimensional. Tidak hanya memiliki badan yang tergerak gemulai, wajah yang
mempesona, mata yang indah, dan rambut yang terurai, tapi kini perempuan
dilihat sebagai makhluk utuh terdiri atas badan, jiwa, dan mahluk yang punya kemampuan
berpikir, berkarya, berbuat, mengambil keputusan, memimpin dan sebagainya.
Walaupun hal
menggembirakan di atas terjadi tidak berarti bahwa media massa sudah memberikan
gambaran ideal terhadap perempuan. Jika kita melihat bagaimana perempuan digambarkan dalam media; iklan, halaman depan tabloid, dan majalah hiburan
masih banyak yang memakai wajah dan bentuk badan perempuan sebagai daya
tariknya. Hal yang sama terjadi pula pada isi fiksi- fiksi, sandiwara radio,
sinetron, teledrama, atau telenovela televisi dan film-film yang juga masih
memberikan gambaran tentang perempuan yang umumnya dilihat sebagai makhluk yang
lemah, yang hanyalah di rumah, dan tugas serta peran utamanya adalah
menyenangkan pria. Potret diri perempuan di media massa dalam literatur, surat
kabar/ majalah, film, televisi, iklan dan buku-buku masih memperlihatkan gambaran yang merugikan yakni perempuan pasif, tergantung pada pria,
didominasi, menerima keputusan yang dibuat oleh pria, dan terutama melihat
dirinya sebagai obyek seks.
Banyak anggapan budaya di masyarakat yang
menempatkan perempuan dalam titik yang tidak terlalu menguntungkan. Televisi
sebagai media elektronik, turut mencitrakan perempuan sebagaimana yang
digambarkan dalam masyarakat melalui iklan berbagai produk. Seringkali, iklan
di media juga menambah pelabelan negatif terhadap perempuan. Hal itu berdampak
pada pencitraan terhadap perempuan di masyarakat, karena apa yang digambarkan
oleh media akan berkaitan dan berpengaruh terhadap nilai-nilai yang berkembang
dan diyakini oleh masyarakat.
Alasan mengenai gambaran perempuan dalam media
masa belum berpihak sepenuhnya kepada kaum perempuan bisa beraneka ragam.
Alasan pertama
yang paling sederhana adalah karena realitas sosial dan budaya perempuan dalam
masyarakat masih dipandang dengan sebelah mata. Yang termuat dalam media pada
dasarnya adalah cermin dan refleksi dari masyarakat secara umum. Maka, jika
perempuan dalam satu masyarakat masih lebih sebagai objek maka media pun akan
memberikan gambaran yang sama tentang realitas kehidupan perempuan. Jika dalam
masyarakat perempuan memang belum bisa mengambil keputusan, masih tergantung
dan didominasi oleh pria. Media komunikasi massa adalah tempat kita dapat
berkaca. Media komunikasi massa merupakan tempat kita mengukur mengenai posisi
dan peran perempuan dalam masyarakat. Media adalah sebuah alat yang dapat
membantu kita melihat keadaan perempuan dalam masyarakat. Alasan yang kedua
adalah bahwa media massa pada dasarnya cenderung mengangkat hal-hal yang
menarik dalam masyarakat. Ini pada gilirannya membuat media meliput orang –
orang yang berpengaruh dari berbagai bidang kehidupan: politik, agama, sastra,
teknologi, ekonomi, dan sebagainya. Sehingga, jika potret perempuan masih minim
dalam deretan orang berpengaruh itu berarti bahwa dalam kenyataannya orang yang
dinilai berpengaruh itu sangat terbatas jumlahnya yang berkelamin perempuan.
Alasan yang ketiga
adalah karena media biasanya menganggap hal – hal yang memilukan
sebagai sesuatu yang menarik untuk diangkat.
Tampaknya objek dari hal – hal yang memilukan, menguras air mata
dan emosi adalah perempuan, sehingga tidak heran jika kisah- kisah sedih yang
memperlihatkan gambaran perempuan sebagai mahluk yang lemah merupakan potret
umum tentang perempuan. Dan alasan yang keempat mengapa gambaran perempuan dalam media masih
cenderung sebagai objek adalah karena yang mendominasi media: pemilik, penulis,
reporter, editor dan sebagainya itu masih didominasi oleh pria. Sepanjang ini
masih terjadi perempuan tidak bisa melakukan banyak hal atau menuntut beragam
kehendak sekitar perubahan citra mereka di media massa.
Dalam sejarah modern, dan kondisi mengenai menurunnya citra perempuan di
berbagai media massa kita, maka citra perempuan dalam media komunikasi di masa
depan, dapat digambarkan sebagai
berikut. Pertama, semakin banyak perempuan yang menjadi sumber berita menarik,
bukan karena ia perempuan tapi karena ia unggul dalam bidang yang ditekuninya:
politik, sains, teknologi, sastra, seni, dan sebagainya. Ini tentu saja membawa
gambaran yang baik tentang citra perempuan yang tidak sekedar sebagai makhluk
rumah tetapi juga makhluk masyarakat. Kedua, yang bisa membuat kita optimis adalah semakin
banyaknya perempuan yang terjun ke dalam dunia politik Contoh kecil, antara lain sejarah dimulai ketika megawati sukarno putri menjabat sebagai presiden Indonesia. itu menjadi sejarah bagi bangsa indonesia karena satu-satunya presiden
perempuan sekaligus pertama kalinya presiden yaitu dari kaum perempuan. Tak
dapat mengelak bahwa pada dasarnya perempuan juga memiliki hak untuk memimpin
sekaligus menjadi orang yang terjun dan bergelut didunia politik.
Dalam Iklan sabun dan produk-produk kecantikan menawarkan perubahan
warna kulit, terstruktur, dan sebagainya itu membuat wanita (calon konsumen
yang melihat iklan) menjadi tertarik untuk menggunakan produk tersebut.
Kulit yang halus, putih, bersih, dan wangi adalah impian setiap wanita di
Indonesia. Sehigga wanita Indonesia di setting, sedemikian rupa untuk ikut
menggunakan produk sabun supaya impian - impiannya tercapai. Perkembangan iklan
sabun dan produk - produk kecantikan tersebut, ternyata membawa pesan-pesan
penekanan terhadap produk yang di tawarkan . Kita dapat melihat iklan sabun
maupun produk-produk kecantikan di media cetak ataupun elektronik. Model-model
dan bintang-bintang dalam iklan tersebut adalah kebanyakan wanita Indonesia.
Sehingga warna kulit yang putih adalah tema yang muncul berulang-ulang untuk
menggambarkan kecantikan dan feminitas. Seiring perkembangan jaman iklan sabun dan produk-produk kecantikan, tidak
lagi sekedar sebuah alat kosmetik yang hanya membersihkan tubuh. Lebih lanjut,
tindakan membersihkan kulit atau mandi bukanlah semata-mata tindakan untuk
mencapai kecantikan, karena kecantikan selalu dianggap sebagai suatu keadaan
yang identik dengan perempuan. Sehingga menjadi cantik tidak cukup dengan hanya
memiliki wajah cantik, tapi juga harus memiliki warna kulit putih, bahkan bagi
orang kulit putih sendiri. Anggapan yang dilontarkan oleh iklan sabun dan
produk-produk kecantikan menawarkan bahwa hanya mereka berkulit putihlah yang
cantik.
Pada akhirnya, sebaiknya iklan secara umum dan iklan kosmetik khususnya
tidak hanya memanfaatkan tubuh kaum perempuan saja, atau hanya dijadikan
sebagai objek. Iklan seharusnya dapat memberikan inspirasi kepada kaum
perempuan mengenai hal- hal lain yang baik dan tidak bersifat menyudutkan kepada
persoalan fisik saja, melainkan seperti masalah pendidikan, masalah sosial dan
lain sebagainya.
Menurut Aquarini (2006:321) dalam artikelnya
yang berjudul “Putih, Femininitas dan
Seksualitas Perempuan dalam Iklan Kita”, menjelaskan bahwa wacana kecantikan
dan feminitas perempuan tidak dapat dilepaskan dari kontruksi budaya patriarki
yang memberi kuasa kepada laki-laki untuk memberikan pengakuan atas feminitas
perempuan di satu sisi, dan perempuan untuk selalu mencari pengakuan atas
feminitasnya dari laki-laki di sisi lain. Seperti tampak
jelas dalam iklan pond’s whitening Cream, perempuan dikontruksikan untuk
membangun rasa dirinya melalui pengakuan laki-laki atas dirinya. Tema mendasar
yang muncul dalam iklan akhir-akhir ini, wacana kulit putih sangatlah mendominasi.
Pemutih muncul bukan saja dalam bentuk krim, tetapi juga krim pembersih, sabun,
body lotion, bahkan bedak, maraknya iklan-iklan kecantikan makin banyak
perempuan yang dijadikan model dalam sebuah iklan tersebut. Hampir semua iklan
di televisi objek yang digunakan yaitu perempuan bahkan yang lebih absurd
adalah produk yang tidak diaplikasikan pada kulit ikut juga meramaikan pasar
pemutih dengan mengetengahkan wacana putih dengan perbandingannya dengan hitam.
Sebuah iklan
shampo clear soft and shiny versi “Sandra Dewi”. Iklan clear ini mempresentasikan bahwa perempuan harus terlihat
cantik namun tetap mempunyai kekuatan dan keberanian dan tidak hanya
menonjolkan kecantikan saja. Konsep berani disini artinya tidak merasa dirinya
lemah dan bisa menjaga dirinya sendiri. Sedangkan kuat adalah bahwa setiap
wanita bisa mengerjakan apa yang pria kerjakan. Model wanita dalam iklan clear
ini mempunyai tubuh yang sempurna, wajah cantik, kulit mulus dan rambut indah,
wanita yang selalu menjaga penampilannya agar terlihat cantik namun masih bisa
tetap bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam kehidupan sosialnya
wanita dibentuk untuk tumbuh menjadi makhluk yang lemah lembut namun tetap
memiliki jiwa kuat sehingga ia bisa bekerja di luar rumah, dan tidak harus
untuk berada di dalam rumah untuk bertugas seperti wanita pada umumya yang
selalu berada dirumah mengurus rumah tangga, memasak ataupun menjaga anak. Hal ini karena seluruh
kecantikkan dan keindahan bagian sensual dari tubuh perempuan sengaja
disediakan dan diekspos secara berlebihan oleh pihak pengiklanan guna membangun persamaan pandangan tentang bagian tubuh sensual
dari tokoh perempuan tersebut.
Aquarini (2006:325) Femininitas kita
adalah femininitas yang dihasilkan oleh kebudayaan, dan budaya dalam
femininitas yang ditampilkan dalam iklan adalah budaya penaklukan terhadap
alam. Dalam logika ini, alam telah salah dan karena itu adalah tugas kebudayaan
untuk menunjukan kepada alam bagaimana seharusnya alam hidup. Penaklukan
terhadap alam seperti dikatakan oleh banyak ekofeminis merupaan bagian dari penaklukan
terhadap perempuan. Dalam hal ini baik alam maupun peeempuan dikontruksi untk
tunduk pada laki-laki pemegang kekuasaan.
Tujuan penulisan artikel ini brtujuan
untuk memberikan gambaran dan masukan terhadap masalah yang dihadapi oleh kaum
perempuan yang mana di dalam dunia industri di jadikan objek sebagai icon dalam
suatu produknya. Persamaan gender mencakup pada citra perempuan dalam dunia
periklanan yang dianggap bersifat
penekanan.
Dalam konteks feminitas dan seksualitas
perempuan dalam iklan, tubuh perempuan dikontruksi untuk menyesuaikan dengan
selera “pasar”, yang dalam hal ini pasar adalah kuasa yang menentukan apakah
bentuk seksualitas atau feminintas (termasuk kecantikan tubuh, jenis rambut dan
sebaginya) tertentu berterima atau
tidak. Maka tak heran lah jika suatu objek dalam periklanan mayoritas model
dari produk yang ditawarkannya pun dari kalangan perempuan. Tak dapat
dipungkiri bahwa nilai keindahan yang terdapat dari sosok perempuan terpancar
dari tubuhnya namun ini juga menjadi pembicaraan dan pertentangan yang mana
tidak seharusnya dalam dunia industri khususnya dunia periklanan mayoritas
model yang dipakai dari kaum perempuan dan tidak seharusnya iklan yang di
perankan itu tidak memamerkan seksualitas.
Sosok
perempuan pun di dalam dunia industri khusunya iklan perempuan itu diibaratkan
seperti boneka, yang mana untuk berpose atau bergaya apapun nurut saja demi
mendapatkan uang dan ketenaran semata. Selain itu dalam dunia intertaiment
khususnya televisi tidak selamanya dilihat oleh kalangan remaja dan dewasa saja
namun kalangan anak kecil pun melihatnya maka tak baik jika iklan memberi
dampak negatif terhadap anak-anak indonesia. Oleh karena itu alangkah baiknya
dalam dunia periklanan seharusnya ketika mempromosikan (iklan) sesuatu produk
tentunya harus ada batasan-batasan tertentu dalam mengekspos objeknya/
modelnya, agar tidak terjadi pertentangan dan tidak ada yang di rugikan dari
pihak mana pun.
Daftar
pustaka
Priyatna, Prabasmoro, Aquarini. 2006. Kajian
Budaya Feminis Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Bandung: JalaSutra
Sumadira, Haris. 2004. Menulis Artikel
dan Tajuk Rencana Panduan Praktis Penulis & Jurnalis Profesional.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Suroso. 2009. Penelitian Tindakan
Kelas. Yogyakarta: Pararaton (Grup ELMATERA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar