Senin, 01 April 2013

artikel menulis


Citra perempuan dibalik dunia periklanan
Berbicara tentang wanita tidak terlepas dari penampilan fisiknya. Segala bentuk interpretasi dari tubuh wanita merupakan perbincangan yang tak pernah bertepi.  Berbagai tema kerap muncul di setiap perdebatan.  Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sebuah representasi lebih mudah diterima dalam masyarakat apabila telah ada sistem pemaknaannya. Pemaknaan mengenai citra kecantikan wanita, di dalam struktur sosial masyarakat berkembang melalui tataran nilai-nilai budaya yang telah dianut lama, seperti tradisi, adat, norma dan sebagainya.  Misalnya, dalam budaya jawa wanita dan kecantikan diibaratkan sebagai sekeping mata uang logam dengan dua sisi yang saling berdekatan.  Ungkapan dan perlambangan mengenai kecantikan wanita, selalu mengacu pada hal yang bersifat feminitas dan keibuan. Wanita  simbol pembawa keindahan yang mengandung makna kehalusan, keanggunan, kelembutan, dan lainnya.  Kecantikan sebagaimana keindahan, menjadi harmoni yang bermakna keseimbangan antara lahir dan batin. Namun demikian, makna kecantikan sangat relatif serta beragam yang selalu mengalami gerak pergeseran bersamaan dengan perkembangan jaman jauh sebelumnya, pernah wanita ideal diidentikkan dengan tubuh yang gemuk dan berlekuk-lekuk layaknya wanita rumahan.  Bentuk tubuh ideal pada masa tersebut adalah yang mampu mewakili citra kesuburan. 
Pergeseran makna cantik yang selalu berubah mengikuti perkembangan jaman, menunjukkan adanya perubahan bentuk mengenai kecantikan itu sendiri.  Sebagai bagian dari perlekatan konsep wanita ideal, industri media, dalam hal ini iklan-iklan di media massa, memiliki peran melalui lalu lintas pesan yang dikomunikasikannya kepada khalayak (wanita). Jika meluangkan waktu mengamati iklan-iklan yang selalu muncul atau saat menyelingi acara sinetron di televisi, sebagian besar diantaranya hampir semua  berisi iklan produk perawatan kecantikan untuk wanita.  Dengan adanya citra kulit wanita yang dibentuk oleh industri, kulit yang kuning langsat masih menjadi daya jual produk-produk kecantikan di Indonesia. Namun kini, seiring munculnya produk sabun dan pemutih, citra wanita cantik yang mulai dikedepankan adalah citra wanita yang berkulit putih bersih.
Kecenderungan seseorang untuk menemukan kekurangan pada dirinya adalah suatu hal yang sangat memungkinkan. Artinya, seseorang akan melihat dirinya serba kekurangan. Fenomena inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh kalangan pembuat iklan untuk memasuki wilayah bawah sadar seseorang. Beberapa produk perawatan tubuh ditawarkan untuk menutupi kekurangan-kekurangan itu. Sehingga jika berbicara tentang tubuh perempuan, tidak terlepas dari perdebatan ragam rekayasa citra. Citra akan permaianan tubuh merupakan sebuah permainan yang rapi dan terancang amat baik. Dalam konteks ini, pembuat iklanlah yang menjadi dalang utama.  Berbagai janji ditawarkan lewat iklan yang dirancang. Mulai dari pemaparan argumen, persuasi, hingga visual.
Saat ini konsumen telah dibanjiri oleh bermacam iklan produk yang hadir melalui televisi, radio, maupun media lainnya. Bermacam produk saling berlomba dalam melakukan penetrasi ruang bawah sadar konsumen dengan beragam trik persuasi komunikasi. Banyaknya  informasi yang menyerbu benak konsumen menyebabkan kondisi lebih komunikasi, suatu keadaan dimana konsumen tidak mampu lagi bahkan untuk mengingat produk-produk yang ditawarkan. Hanya produk istimewa saja kiranya yang mampu mendapat perhatian pemirsa sebagian besar.
Keindahan yang dimiliki perempuan dalam kesehariannya, membentuk keseragaman dan membawa mereka kepada sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Antara lain, perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak tampil prima untuk menyenangkan suami dan pantas diajak ke berbagai acara, cerdas dan menjadi sumber pengetahuan dan moral keluarga di rumah. Perempuan juga sering disebut sebagai penyambung keturunan, lemah lembut, anggun, pandai memasak, lebih emosional, fisik kurang kuat, lincah, keibuan, manja, tidak bernalar, bergantung, pasif, lemah, penakut, digambarkan sebagai objek seksual, dengan menekankan pada figur dan pakaian cantik.
Fungsi periklanan sebagai salah satu unsur persuasi dalam mempengaruhi emosi konsumen, pada akhirnya menjadi pilihan utama dan menjadi sangat menonjol  tatkala menjaga keunggulan suatu produk di pasar.  Terutama promosi suatu produk yang dilakukan produsen melalui bentuk iklan-iklan secara audio visual.  Menyadari hal ini, produsen berantusias menggunakan jasa biro iklan.  Maka, menjadi tugas yang berat bagi biro iklan untuk memperjuangkan misi suatu produk ketika dipasarkan ke masyarakat luas melalui sebuah iklan.
Penggambaran yang cenderung mengambarkan perbedaan gender sering kali menjadi ide sentral dan citra perempuan dalam berbagai iklan. Sedemikian kuatnya citra perempuan dalam konstruksi tradisional, Berbeda dengan pria, perempuan kebanyakan ditandai dengan gaya rambut, mode pakaian, make up wajah dan aksesoris lain. Setiap aspek fisik dalam diri perempuan membawa maknanya sendiri. Tetapi tidak demikian dengan pria. Umumnya pria mempunyai gaya yang standar contohnya, seperti mengenakan celana dengan pakaian yang lebih terang dan gaya rambut standar.
Perempuan selalu ditampilkan menarik secara visual, padahal belum tentu demikian kebenarannya. Hal-hal yang berkaitan dengan visual inilah yang menimbulkan berbagai penilaian yang berbeda-beda pula terhadap citra seorang perempuan. Berdasarkan berbagai alasan di atas, maka iklan pun banyak yang menggunakan perempuan sebagai modelnya, karena tampaknya iklan dipercaya akan mampu mendapatkan pengaruh bila menggunakan wanita sebagai salah satu ilustrasi atau modelnya, bahkan sekalipun produk tersebut bukan dimaksudkan untuk digunakan oleh perempuan.
Kini gambaran perempuan dalam media perlahan berubah. Sebagai contoh, saat ini, daftar perempuan yang mengisi sejarah bangsa dan peradaban meningkat luar biasa. Perempuan kini tidak lagi hanya diliput karena “pertama wanita presiden”, tapi karena mereka adalah “presiden pertama wanita” di berbagai negara.  Perempuan tidak lagi hanya dilihat sebagai objek keindahan badaniah untuk dipandang, tapi mereka dilihat sebagai manusia multi-dimensional. Tidak hanya memiliki badan yang tergerak gemulai, wajah yang mempesona, mata yang indah, dan rambut yang terurai, tapi kini perempuan dilihat sebagai makhluk utuh terdiri atas badan, jiwa, dan mahluk yang punya kemampuan berpikir, berkarya, berbuat, mengambil keputusan, memimpin dan sebagainya.
Walaupun hal menggembirakan di atas terjadi tidak berarti bahwa media massa sudah memberikan gambaran ideal terhadap perempuan. Jika kita melihat bagaimana perempuan digambarkan dalam media; iklan, halaman depan tabloid, dan majalah hiburan masih banyak yang memakai wajah dan bentuk badan perempuan sebagai daya tariknya. Hal yang sama terjadi pula pada isi fiksi- fiksi, sandiwara radio, sinetron, teledrama, atau telenovela televisi dan film-film yang juga masih memberikan gambaran tentang perempuan yang umumnya dilihat sebagai makhluk yang lemah, yang hanyalah di rumah, dan tugas serta peran utamanya adalah menyenangkan pria. Potret diri perempuan di media massa dalam literatur, surat kabar/ majalah, film, televisi, iklan dan buku-buku masih memperlihatkan gambaran yang merugikan yakni perempuan pasif, tergantung pada pria, didominasi, menerima keputusan yang dibuat oleh pria, dan terutama melihat dirinya sebagai obyek seks.
Banyak anggapan budaya di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam titik yang tidak terlalu menguntungkan. Televisi sebagai media elektronik, turut mencitrakan perempuan sebagaimana yang digambarkan dalam masyarakat melalui iklan berbagai produk. Seringkali, iklan di media juga menambah pelabelan negatif terhadap perempuan. Hal itu berdampak pada pencitraan terhadap perempuan di masyarakat, karena apa yang digambarkan oleh media akan berkaitan dan berpengaruh terhadap nilai-nilai yang berkembang dan diyakini oleh masyarakat.
Alasan mengenai gambaran perempuan dalam media masa belum berpihak sepenuhnya kepada kaum perempuan bisa beraneka ragam. Alasan pertama yang paling sederhana adalah karena realitas sosial dan budaya perempuan dalam masyarakat masih dipandang dengan sebelah mata. Yang termuat dalam media pada dasarnya adalah cermin dan refleksi dari masyarakat secara umum. Maka, jika perempuan dalam satu masyarakat masih lebih sebagai objek maka media pun akan memberikan gambaran yang sama tentang realitas kehidupan perempuan. Jika dalam masyarakat perempuan memang belum bisa mengambil keputusan, masih tergantung dan didominasi oleh pria. Media komunikasi massa adalah tempat kita dapat berkaca. Media komunikasi massa merupakan tempat kita mengukur mengenai posisi dan peran perempuan dalam masyarakat. Media adalah sebuah alat yang dapat membantu kita melihat keadaan perempuan dalam masyarakat. Alasan yang kedua adalah bahwa media massa pada dasarnya cenderung mengangkat hal-hal yang menarik dalam masyarakat. Ini pada gilirannya membuat media meliput orang – orang yang berpengaruh dari berbagai bidang kehidupan: politik, agama, sastra, teknologi, ekonomi, dan sebagainya. Sehingga, jika potret perempuan masih minim dalam deretan orang berpengaruh itu berarti bahwa dalam kenyataannya orang yang dinilai berpengaruh itu sangat terbatas jumlahnya yang berkelamin perempuan. Alasan yang ketiga adalah karena media biasanya menganggap hal – hal yang memilukan sebagai sesuatu yang menarik untuk diangkat.
Tampaknya objek dari hal – hal yang memilukan, menguras air mata dan emosi adalah perempuan, sehingga tidak heran jika kisah- kisah sedih yang memperlihatkan gambaran perempuan sebagai mahluk yang lemah merupakan potret umum tentang perempuan. Dan alasan yang keempat mengapa gambaran perempuan dalam media masih cenderung sebagai objek adalah karena yang mendominasi media: pemilik, penulis, reporter, editor dan sebagainya itu masih didominasi oleh pria. Sepanjang ini masih terjadi perempuan tidak bisa melakukan banyak hal atau menuntut beragam kehendak sekitar perubahan citra mereka di media massa.
Dalam sejarah modern, dan kondisi mengenai menurunnya citra perempuan di berbagai media massa kita, maka citra perempuan dalam media komunikasi di masa depan, dapat  digambarkan sebagai berikut. Pertama, semakin banyak perempuan yang menjadi sumber berita menarik, bukan karena ia perempuan tapi karena ia unggul dalam bidang yang ditekuninya: politik, sains, teknologi, sastra, seni, dan sebagainya. Ini tentu saja membawa gambaran yang baik tentang citra perempuan yang tidak sekedar sebagai makhluk rumah tetapi juga makhluk masyarakat. Kedua, yang bisa membuat kita optimis adalah semakin banyaknya perempuan yang terjun ke dalam dunia politik Contoh kecil, antara lain sejarah dimulai ketika megawati sukarno putri menjabat sebagai presiden Indonesia. itu menjadi sejarah bagi bangsa indonesia karena satu-satunya presiden perempuan sekaligus pertama kalinya presiden yaitu dari kaum perempuan. Tak dapat mengelak bahwa pada dasarnya perempuan juga memiliki hak untuk memimpin sekaligus menjadi orang yang terjun dan bergelut didunia politik. 
Dalam Iklan sabun dan produk-produk kecantikan menawarkan perubahan warna kulit, terstruktur, dan sebagainya itu membuat wanita (calon konsumen yang melihat iklan) menjadi tertarik untuk menggunakan produk tersebut.  Kulit yang halus, putih, bersih, dan wangi adalah impian setiap wanita di Indonesia. Sehigga wanita Indonesia di setting, sedemikian rupa untuk ikut menggunakan produk sabun supaya impian - impiannya tercapai. Perkembangan iklan sabun dan produk - produk kecantikan tersebut, ternyata membawa pesan-pesan penekanan terhadap produk yang di tawarkan . Kita dapat melihat iklan sabun maupun produk-produk kecantikan di media cetak ataupun elektronik. Model-model dan bintang-bintang dalam iklan tersebut adalah kebanyakan wanita Indonesia.  Sehingga warna kulit yang putih adalah tema yang muncul berulang-ulang untuk menggambarkan kecantikan dan feminitas. Seiring perkembangan jaman  iklan sabun dan produk-produk kecantikan, tidak lagi sekedar sebuah alat kosmetik yang hanya membersihkan tubuh. Lebih lanjut, tindakan membersihkan kulit atau mandi bukanlah semata-mata tindakan untuk mencapai kecantikan, karena kecantikan selalu dianggap sebagai suatu keadaan yang identik dengan perempuan. Sehingga menjadi cantik tidak cukup dengan hanya memiliki wajah cantik, tapi juga harus memiliki warna kulit putih, bahkan bagi orang kulit putih sendiri. Anggapan yang dilontarkan oleh iklan sabun dan produk-produk kecantikan menawarkan bahwa hanya mereka berkulit putihlah yang cantik.
Pada akhirnya, sebaiknya iklan secara umum dan iklan kosmetik khususnya tidak hanya memanfaatkan tubuh kaum perempuan saja, atau hanya dijadikan sebagai objek. Iklan seharusnya dapat memberikan inspirasi kepada kaum perempuan mengenai hal- hal lain yang baik dan tidak bersifat menyudutkan kepada persoalan fisik saja, melainkan seperti masalah pendidikan, masalah sosial dan lain sebagainya.
Menurut Aquarini (2006:321) dalam artikelnya yang berjudul  “Putih, Femininitas dan Seksualitas Perempuan dalam Iklan Kita”, menjelaskan bahwa wacana kecantikan dan feminitas perempuan tidak dapat dilepaskan dari kontruksi budaya patriarki yang memberi kuasa kepada laki-laki untuk memberikan pengakuan atas feminitas perempuan di satu sisi, dan perempuan untuk selalu mencari pengakuan atas feminitasnya dari laki-laki di sisi lain. Seperti tampak jelas dalam iklan pond’s whitening Cream, perempuan dikontruksikan untuk membangun rasa dirinya melalui pengakuan laki-laki atas dirinya. Tema mendasar yang muncul dalam iklan akhir-akhir ini, wacana kulit putih sangatlah mendominasi. Pemutih muncul bukan saja dalam bentuk krim, tetapi juga krim pembersih, sabun, body lotion, bahkan bedak, maraknya iklan-iklan kecantikan makin banyak perempuan yang dijadikan model dalam sebuah iklan tersebut. Hampir semua iklan di televisi objek yang digunakan yaitu perempuan bahkan yang lebih absurd adalah produk yang tidak diaplikasikan pada kulit ikut juga meramaikan pasar pemutih dengan mengetengahkan wacana putih dengan perbandingannya dengan hitam.
Sebuah iklan shampo clear soft and shiny versi “Sandra Dewi”. Iklan clear ini mempresentasikan bahwa perempuan harus terlihat cantik namun tetap mempunyai kekuatan dan keberanian dan tidak hanya menonjolkan kecantikan saja. Konsep berani disini artinya tidak merasa dirinya lemah dan bisa menjaga dirinya sendiri. Sedangkan kuat adalah bahwa setiap wanita bisa mengerjakan apa yang pria kerjakan. Model wanita dalam iklan clear ini mempunyai tubuh yang sempurna, wajah cantik, kulit mulus dan rambut indah, wanita yang selalu menjaga penampilannya agar terlihat cantik namun masih bisa tetap bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam kehidupan sosialnya wanita dibentuk untuk tumbuh menjadi makhluk yang lemah lembut namun tetap memiliki jiwa kuat sehingga ia bisa bekerja di luar rumah, dan tidak harus untuk berada di dalam rumah untuk bertugas seperti wanita pada umumya yang selalu berada dirumah mengurus rumah tangga, memasak ataupun menjaga anak. Hal  ini karena seluruh kecantikkan dan keindahan bagian sensual dari tubuh perempuan sengaja disediakan dan diekspos secara berlebihan oleh pihak pengiklanan guna membangun persamaan pandangan tentang bagian tubuh sensual dari tokoh perempuan tersebut.
Aquarini (2006:325) Femininitas kita adalah femininitas yang dihasilkan oleh kebudayaan, dan budaya dalam femininitas yang ditampilkan dalam iklan adalah budaya penaklukan terhadap alam. Dalam logika ini, alam telah salah dan karena itu adalah tugas kebudayaan untuk menunjukan kepada alam bagaimana seharusnya alam hidup. Penaklukan terhadap alam seperti dikatakan oleh banyak ekofeminis merupaan bagian dari penaklukan terhadap perempuan. Dalam hal ini baik alam maupun peeempuan dikontruksi untk tunduk pada laki-laki pemegang kekuasaan.
Tujuan penulisan artikel ini brtujuan untuk memberikan gambaran dan masukan terhadap masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan yang mana di dalam dunia industri di jadikan objek sebagai icon dalam suatu produknya. Persamaan gender mencakup pada citra perempuan dalam dunia periklanan yang dianggap  bersifat penekanan.
Dalam konteks feminitas dan seksualitas perempuan dalam iklan, tubuh perempuan dikontruksi untuk menyesuaikan dengan selera “pasar”, yang dalam hal ini pasar adalah kuasa yang menentukan apakah bentuk seksualitas atau feminintas (termasuk kecantikan tubuh, jenis rambut dan sebaginya)  tertentu berterima atau tidak. Maka tak heran lah jika suatu objek dalam periklanan mayoritas model dari produk yang ditawarkannya pun dari kalangan perempuan. Tak dapat dipungkiri bahwa nilai keindahan yang terdapat dari sosok perempuan terpancar dari tubuhnya namun ini juga menjadi pembicaraan dan pertentangan yang mana tidak seharusnya dalam dunia industri khususnya dunia periklanan mayoritas model yang dipakai dari kaum perempuan dan tidak seharusnya iklan yang di perankan itu tidak memamerkan seksualitas.
 Sosok perempuan pun di dalam dunia industri khusunya iklan perempuan itu diibaratkan seperti boneka, yang mana untuk berpose atau bergaya apapun nurut saja demi mendapatkan uang dan ketenaran semata. Selain itu dalam dunia intertaiment khususnya televisi tidak selamanya dilihat oleh kalangan remaja dan dewasa saja namun kalangan anak kecil pun melihatnya maka tak baik jika iklan memberi dampak negatif terhadap anak-anak indonesia. Oleh karena itu alangkah baiknya dalam dunia periklanan seharusnya ketika mempromosikan (iklan) sesuatu produk tentunya harus ada batasan-batasan tertentu dalam mengekspos objeknya/ modelnya, agar tidak terjadi pertentangan dan tidak ada yang di rugikan dari pihak mana pun. 













Daftar pustaka
Priyatna, Prabasmoro, Aquarini. 2006. Kajian Budaya Feminis Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Bandung: JalaSutra
Sumadira, Haris. 2004. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana Panduan Praktis Penulis & Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Suroso. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pararaton (Grup ELMATERA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar