Pendahuluan
Nama angkatan Pujangga
Baru diambil dari sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933. Majalah
itu bernama Pujangga Baroe. Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. Keempat tokoh
tersebutlah sebagai pelopor Pujangga Baru.
Angkatan
Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh. Angkatan ini berlangsung mulai 1933
– 1942 (Masa penjajahan Jepang). Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan
ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat
dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Di
samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis.
Kebudayaan tersebut merupakan
gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaan timur sehingga sifat kebudayaan
Indonesia menjadi universal dan diantara sastrawan poejangga baru tersebut ada
beberapa roman, drama dan puisi yang dianalisis dibawah ini yaitu roman dari
Nur Sutan Iskandar, puisi Buah Rindu
karya Amir Hamzah, dan drama Airlangga
karya Sanusi Pane
Ø
PERIOD 1933-1943
Roman “ SALAH PILIH “ karya Nur Sutan Iskandar
Biografi
pengarang,
Nur Sutan Iskandar (lahir di Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November 1893 – meninggal di Jakarta,
28 November 1975 pada umur 82 tahun) adalah sastrawan
Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur.
Seperti umumnya lelaki Minangkabau
lainnya Muhammad Nur mendapat gelar ketika menikah. Gelar Sutan Iskandar yang
diperolehnya kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur pun lebih
dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur
Sutan Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta.
Di sana ia bekerja di Balai Pustaka,
pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai
Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi Kepala
Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945.
Beberapa karya nur sutan iskandar, Antara lain:
- Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
- Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)
- Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
- Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
- Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)
- Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
- Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
Ø SINOPSIS ROMAN SALAH PILIH
Novel Salah Pilih karangan Nur Sutan Iskandar
menceritakan tentang kisah disebuah daerah di
Minangkabau, tinggal sebuah keluarga.Seorang ibu, saudara perempuannya, dan
seorang anak perempuan terdapat dalam keluarga tersebut. Anak perempuan itu
bernama Asnah, ia adalah anak angkat dari Mariati. Asnah adalah seorang gadis yang
cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati, walaupun
Mariati hanyalah ibu angkatnya. Kebaikan hati Asnah itu yang membuat Mariati sangat sayang terhadap Asnah, oleh
karena itu Asnah menjadi pengobat dalam setiap sakitnya dan
penghibur dikala susah.
Setiap kali perlu sesuatu,
Mariati lebih senang dilayani oleh Asnah dari pada oleh Siti Maliah,Siti
Maliah kadang-kadang merasa iri terhadap Asnah karena tak jarang pekerjaannya tidak terpakai oleh
Mariati. Walaupun demikian, Siti Maliah tetap senang dan sayang terhadap Asnah karena gadis tersebut sangat baik.Selain
Asnah, Mariati juga mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri sama
pula sayangnya terhadap Asnah sebagaimana dia menyayangi adik kandungnya. Namun karena
Asri sedang bersekolah di Jakarta, jadi dia tidak selalu bertemu dengan Asnah untuk
sekedar berbagi cerita. Namun, seiring berjalannya waktu, berubah perasaan Asnah
terhadap Asri. Semula perasaannya terhadap Asri hanya sebatas perasaan sayang
terhadap seorang saudara, namun demikian perasaan itu terus mengalir hingga
menumbuhkan benih-benih cinta dihati Asnah. Walau demikian, Asnah tak ingin Asri
mengetahui perasaan dirinya.
Sebisa mungkin dia bersikap
biasa ketika Asri pulang. Hingga tiba saat Asri tamat dari sekolahnya,
dan Mariati menyuruh Asri tinggal dan bekerja di Kampung halamannya saja karena
ia merasa sudah tua dan sakit-sakitan maka ia tak ingin jauh-jauh dari
anak laki-lakinya itu. Sebenarnya keinginan Mariati tadi sangat bertentangan
dengan keinginan hati Asri, karena ia ingin sekali meneruskan sekolahnya ke tingkat
SMA atau ke sekolah kedokteran, namun sebagai seorang anak yang ingin berbakti kepada
ibunya, akhirnya ia mengikuti keinginan ibunya tersebut. Hingga suatu saat
merasa bahwa Asri sudah cukup umur bahkan bisa dibilang sudah matang untuk
menikah. Asri menyetujui saja keinginan ibunya tersebut, tetapi dia masih
bingung dalam mencari calon istri untuk dirinya.
Asnah begitu kaget ketika ia
mendengar bahwa Asri akan segera menikah. Tapi ia berusaha sebisa mungkin
menutupi perasaannya tersebut. Asri masih bingung memilih calon untuk dijadikan
istrinya, sebenarnya Asri dan Asnah boleh saja menikah, tetapi karena adat
istiadat yang berlaku pada saat itu maka tidak pantas mereka untuk menikah karena dianggap masih
berasal dari satu kaum. Lalu dipilihlah wanita
di Negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang ia rasakan
cocok untuk menjadi pendampingnya kelak. Gadis itu adalah Saniah. Keinginannya
melamar saniah bukanlah tanpa alasan. Asri lebih dahulu tertarik kepada
kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya,
dan lembut. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah
dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro.
Oleh karena itu Asri memutuskan
untuk meminang Saniah karena ia merasa bahwa Saniah pun tak jauh beda dengan
kakaknya, baik rupa maupun raut wajahnya. Sampai suatu saat Asri bersama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah keluarga Saniah. Keluarga itu
adalah keluarga orang yang terpandang, keluarga seorang bangsawan kaya dan terpelajar.
Walaupun ibu Saniah memiliki raut wajah yang kaku dan cenderung angkuh, namun Asri yakin bahwa sifat Saniah berbeda
jauh dengan ibunya. Lalu, tak berapa lama, Asri memutuskan memilih Saniah
sebagai calon istrinya. Mereka berdua melaksanakan acara pertunangan terlebih
dahulu. Saat pertunangan, Saniah benar-benar menampakkan raut wajah yang sangat
baik, ia pun hormat terhadap seluruh keluarga Asri. Sifat demikian itu yang membuat Asri semakin yakin dengan pilihannya
itu.
Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan Saniah
yang sangat meriah. Setelah menikah, mereka berdua pindah ke Rumah Gadang milik
keluarga Asri. Dari situlah diketuahui bahwa sifat Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan
saat sebelum menikah. Saniah begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya
karena Asnah adalah seorang anak angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah
disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata, sifat Saniah
begitu angkuhnya, berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu.
Saniah begitu sering berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang
begitu menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanyapun, Saniah
bersikap yang kurang sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis yang tegar dan sabar yang mempunyai hati yang lapang,dia
tak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu. Tak lama setelah menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi-jadi. Bahkan
sekarang dia berani melawan terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata kasar
terhadap suaminya. Sehingga dapat dilihat kalau adat Saniah tak jauh bedanya
dengan ibunya, Rangkayo Saleah. sehingga kesabaran Asri makin berkurang dan
akhirnya Asri membiarkan Saniah pulang ke rumah orang tuanya dimana pada saat
itu Sidi Sutan datang menjemput. Yang semula bermaksud menjemput Saniah dan
Asri, namun karena pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri dan dalam perjalanannya mengalami kecelakaan dimana
mobilnya masuk ke dalam jurang. Saniah pun meninggal dunia. Pada akhirnya, Asri
dan Asnah pun menikah di luar adat dan mereka pun menempuh hidup baru di
Jakarta. Setelah beberapa tahun, orang dari kampung halaman Asri pun meminta
dia sebagai ketua desa karena mereka menginginkan seseorang yang berintelektual
tinggi.
Ø Analisis Novel Salah Pilih
Unsur – unsur intrinsik
·
TEMA :
Di dalam novel ini adalah tentang salah pilih, sama seperti judulnya.
Di dalam cerita ini di ceritakan tentang masalah si tokoh utama salah memilih
perempuan untuk menjadi istrinya, yang akhirnya merambat ke masalah-masalah
lainnya.
·
TOKOH :
1.
Asri Protagonis
2.
Asnah Protagonis
3.
Saniah Antagonis
4.
Ibu Mariati Tritagonis
5.
Siti Maliah Protagonis
6.
Rusiah Tritagonis
Dan Sutan Sinaro, Haerudin,Sutan sinaro dll.
·
PENOKOHAN
1.
Asri : Ceroboh, Penyabar dan Penurut
2.
Asnah : Sifatnya
penyabar, karena asnah begitu lama memendam perasaannya kepada kakak angkatnya
yaitu asri.
3.
Saniah :Istri
Asri, tetapi bercerai setelah Asri mengetahui watak dan tingkah laku saniah
yang sebenarnya yaitu jahat dan licik.
4.
Ibu mariati : Ibu Asri
yang memiliki sifat yang baik terhadap Asnah dan menganggap Asnah sebagai anak
kandungnya sendiri meskipun asnah bukan anak kandungnya.
5.
Siti maliah : baik, selalu
memberikan motivasi asnah dan
asri.
6.
Rusiah : Seorang gadis
yang cantik dan baik sekaligus kakak dari saniah.
·
LATAR
Latar tempat, cerita ini pertama-tama tidak digambarkan secara
langsung, tetapi banyak imajinasi dan diksi yang membantu kita memahami latar
tempat tersebut, seperti ‘rumah gadang’,Latar tempat diambil di daerah Padang.
·
ALUR
Alur yang digunakan dalam
cerita ini adalah alur maju kronologis, dan alur yang bisa di bilang
cepat. Karena cerita di tulis langsung ke poin-poinnya dan Kejadian-kejadian di
dalam cerita ini disusun dengan sangat teratur, karena si penulis memisahkan
satu bagian ke bagian lainnya melalui bab-bab di dalam novel ini.
·
SUDUT PANDANG
Dalam novel ini sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Karena pengarang
menceritakan tokoh utama dengan menyebut namanya, misalnya Asri, Asnah dan
lain-lain.
·
GAYA BAHASA
Gaya bahasa di cerita ini bisa di bilang membingungkan,
karena penulis menuliskan cerita ini dengan bahasa yang tidak terlalu dikenal
oleh orang-orang jaman sekarang. Banyak
kata-kata yang digunakan untuk menulis cerita ini tidak dipakai lagi dalam
perbincangan sehari-hari, dan banyak kata-kata yang dipakai berasal dari
Padang. Contohnya seperti “berkalang” dan “H.I.S”.
· AMANAT
Apabila mencari calon
pendamping hidup (istri/suami) jangan hanya menilai dari sudut luarnya saja
tetapi nilailah dari perilaku dan hatinya jangan sampai salah pilih, dan
apabila kita mengambil suatu keputusan berfikirlah terlebih dahulu matang –
matang jangan sampai menyesal dikemudian hari.
Ø
DRAMA “AIRLANGGA”
Karya SANUSI PANE
Biografi pengarang
Sanusi Pane, sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru.
Pria kelahiran Muara Sipongi, Sumatera Utara, 14 November 1905, ini juga
berprofesi sebagai guru dan redaktur majalah dan surat kabar. Ia juga aktif
dalam dunia pergerakan politik, seorang
nasionalis yang ikut menggagas berdirinya “Jong Bataks Bond.” Karya-karyanya
banyak diterbitkan pada 1920 -1940-an. Meninggal di Jakarta, 2 Januari 1968.
Bakat seni mengalir dari ayahnya Sutan Pengurabaan Pane,
seorang guru dan seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal.
Mereka delapan bersaudara, dan semuanya terdidik dengan baik oleh orang tuanya.
Di antara saudaranya yang juga menjadi tokoh nasional,adalah Armijn Pane
(sastrawan), dan Lafran Pane salah (seorang pendiri organisasi pemuda Himpunan
Mahasiswa Islam).
Sanusi Pane menempuh pendidikan formal HIS dan ElS di
Padang Sidempuan, Tanjungbalai, dan Sibolga, Sumatera Utara. Lalu melanjut ke
MULO di Padang dan Jakarta, tamat 1922. Kemudian tamat dari Kweekschool
(Sekolah Guru) Gunung Sahari, Jakarta, tahun 1925. Setelah tamat, ia diminta
mengajar di sekolah itu juga sebelum dipindahkan ke Lembang dan jadi HIK.
Setelah itu, ia mendapat kesempatan melanjut kuliah Othnologi di
Rechtshogeschool. Lalu tahun 1941, menjadi redaktur Balai Pustaka.
Karya-karyanya yang terkenal
diantaranya: Pancaran Cinta dan Prosa Berirama (1926), Puspa Mega dan Kumpulan
Sajak (1927), Airlangga, drama dalam bahasa Belanda, (1928), Eenzame
Caroedalueht, drama dalam bahasa Belanda (1929), Madah Kelana dan kumpulan
sajak yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (1931), naskah drama Kertajaya
(1932), naskah drama Sandhyakala Ning Majapahit (1933), naskah drama Manusia
Baru yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (1940). Selain itu, ia juga
menerjemahkan dari bahasa Jawa kuno kekawin Mpu Kanwa dan Arjuna Wiwaha yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka (1940).
Ø ANALISIS SAJAK ” BERDIRI AKU” KARYA AMIR
HAMZAH
Biografi Amir Hamzah
Nama
lengkap Amir Hamzah adalah Tengku Amir Hamzah, tetapi biasa dipanggil Amir
Hamzah. Ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28 Februari
1911. Amir Hamzah tumbuh dalam lingkungan bangsawan Langkat yang taat pada
agama Islam. Pamannya, Machmud, adalah Sultan Langkat yang berkedudukan di ibu
kota Tanjung Pura, yang memerintah tahun 1927-1941.
Ayahnya,
Tengku Muhammad Adil (yang tidak lain adalah saudara Sultan Machmud sendiri),
menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai,
Sumatra Timur.Mula-mula Amir menempuh pendidikan di Langkatsche School di
Tanjung Pura pada tahun 1916. Lalu, di tahun 1924 ia masuk sekolah MULO
(sekolah menengah pertama) di Medan. Setahun kemudian dia hijrah ke Jakarta
hingga menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1927. Amir,
kemudian melanjutkan sekolah di AMS (sekolah menengah atas) Solo, Jawa Tengah,
Jurusan Sastra Timur, hingga tamat. Lalu, ia kembali lagi ke Jakarta dan masuk
Sekolah Hakim Tinggi hingga meraih Sarjana Muda Hukum.
Ø SAJAK BERDIRI
AKU
Berdiri Aku
Berdiri
aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang
Angin
pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-alun di atas alas.
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-alun di atas alas.
Benang
raja mencelup ujung
Naik marak menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Naik marak menyerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Dalam
rupa maha sempurna
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertemu tuju.
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertemu tuju.
ANALISIS SAJAK BERDIRI AKU
KARYA AMIR HAMZAH
Berdiri Aku
Berdiri aku di senja senyap, Menggambarkan
kesunyian
Camar melayang menepis buih dengan mengagumi ombak yang
Melayah bakau mengurai puncak menerpa pohon-pohon bakau
Berjulang datang ubur terkembang serta desir angin.
Camar melayang menepis buih dengan mengagumi ombak yang
Melayah bakau mengurai puncak menerpa pohon-pohon bakau
Berjulang datang ubur terkembang serta desir angin.
Angin pulang menyejuk bumi Menggambarkan keindahan pantai
Menepuk teluk mengempas emas pantai pada sore hari yang sunyi
Lari ke gunung memuncak sunyi sehingga kesedihan akan semakin
Berayun-alun di atas alas. Terasa mencekam
Menepuk teluk mengempas emas pantai pada sore hari yang sunyi
Lari ke gunung memuncak sunyi sehingga kesedihan akan semakin
Berayun-alun di atas alas. Terasa mencekam
Benang raja mencelup ujung Membandingkan apa
yang dilihat
Naik marak menyerak corak dan dialaminya
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Naik marak menyerak corak dan dialaminya
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak.
Dalam rupa maha sempurna sebagai
orang yang memiliki agama dia hanya bisa
Rindu-sendu mengharu kalbu menyerahkan semua ini kepada tuhan // kesedihan
Ingin datang merasa sentosa yang benar-benar mendalam // dengan merenungi
Menyecap hidup bertemu tuju. Hidupnya selama ini berusaha untuk mengembalikan
Rindu-sendu mengharu kalbu menyerahkan semua ini kepada tuhan // kesedihan
Ingin datang merasa sentosa yang benar-benar mendalam // dengan merenungi
Menyecap hidup bertemu tuju. Hidupnya selama ini berusaha untuk mengembalikan
kepada tuhan yang memberikan kepastian dalam hidupnya // arti impian
yang ingin dirasakan.
Adapun pemikiran dalam sajak
Sajak dlam berdiri aku merupakan ekspresi
kesedihan yang ditampilkan penyair dengan bahasa suasana sunyi. Kesedihan ini
tidak lain dikarnakan oleh perpisahannya dengan kekasihnya dan dia harus pulang
ke medan dan menikah dengan putri pamannya.
Perasaan sedih yang sangat mendalam
digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai di sore hari. Dengan demikian
penyair hanya mampu melihat keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan
harapan kelahiran.
Kesedihan yang mendalam ini juga wujud
perasaan galau penyair yang digambarkan dengan perasaan yang dipermainkan ombak
dan angin, sehingga hanya merenungi hiduplah yang mampu dilalukannya. Sebagai
orang yang memiliki agama yang kuat dalam setiap akhirnya dia hanya bisa
menyerahkan semua yang dia dialami ini pada
tuhan. Dengan merenungi hidupnya selama ini Amir berusaha untuk mengembalikan
kepada tuhan yang memberikan kepastian dalam hidupnya. Seperti yang tergambar
dalam rindu serdu mengharu kalbu/ingin datang merasa sentosa/menyerap hidup
tertentu tuju.
Dalam sajak ini tergambar suasana pesimis
penyair dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya. Suasana pesimis ini
menjadikannya menjadi melankolis. Karena dari kebanyakan sajak adalah sebuah
ratapan akan hidupnya dan kesedihannya dalam memikirkan nasib hidup yang
baginya sudah benar-benar hancur.
Dengan sajak ini Amir Hamzah ingin
menyampaikan ide dan pemikirannya melalui puisi yang dia tulis. Dia
menginginkan apapun yang terjadi dalam hidup kita ini harus menyerahkan kepada
tuhan karena hanya dialah yang mampu memberikan kepastian dalam hidup ini.
Ø DRAMA AIRLANGGA
KARYA SANUSI PANE
Sanoesi Pane, dalam banyak hal
merupakan antipode dari Sutan Takdir Alisjahbana (STA).
Pertentangan pemikiran mereka
tercatat dalam buku Polemik Kebudayaan yang disusun oleh Achdiat K. Mihardja.
Kalau STA mengatakan: sekarang tiba waktunya mengarahkan pandangan kita ke
Barat . Sanoesi Pane justru sebaliknya. Ia mencari ke zaman Indonesia purba dan
kebudayaan Hindu. Perkembangan filsafat hidupnya sampai pada sintesa Timur dan
Barat, persatuan rohani dan jasmani, akhirat dan dunia, idealisme dan
materialisme.
Pandangannya tersebut tak lepas dari pengalamannya melawat ke India selama setahun untuk memperdalam kebudayaan di sana. Ajaran agama Hindu itu begitu lekatnya dengan kehidupan Sanusi Pane sehingga masalah keduniaan tidak begitu ia perhatikan. Ia bahkan merasai sendiri kehidupan tanah asal agama Hindu itu. Pandangannya itu kemudian mempengaruhi semua karya-karyanya.
Pandangannya tersebut tak lepas dari pengalamannya melawat ke India selama setahun untuk memperdalam kebudayaan di sana. Ajaran agama Hindu itu begitu lekatnya dengan kehidupan Sanusi Pane sehingga masalah keduniaan tidak begitu ia perhatikan. Ia bahkan merasai sendiri kehidupan tanah asal agama Hindu itu. Pandangannya itu kemudian mempengaruhi semua karya-karyanya.
Airlangga adalah drama tiga babak
yang terbit pertama kali tahun 1928 dengan bahasa Belanda di majalah Timboel.
Ketika pesta pernikahan Airlangga dengan Dharmawangsa Teguh sedang berlangsung,
tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram, yang
merupakan sekutu kerajaan Sriwijaya. Dalam penyerbuan itu, Dharmawangsa
Teguh tewas. Airlangga melarikan diri ke hutan pegunungan wanagiri bersama
pembantu setianya, Narottama.
Selama tiga tahun tinggal di hutan,
Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya membangun kembali kerajaan
Medang. Begitulah, Airlangga kemudian membangun imperiumnya di Pulau jawa.
Peperangan demi peperangan dilaluinya dengan kegemilangan. Namun, imperium
Kahuripan yang merupakan karya terbesar hidupnya itu terancam perpecahan.
Sanggrama Wijayattunggadewi menolak naik takhta dan memilih jalan sunyi sebagai
petapa bernama Dewi Killi Suci. Terjadi kekacauan besar di Kahuripan.
Perpecahan antara kedua putranya hanya tinggal menunggu waktu. Apa yang akan
dilakukan oleh Airlangga? Dari sinilah kita bisa melakukan pembacaan terkait
dengan pandangan hidup Sanoesi Pane.
Sintesa antara Timur dan Barat,
idealisme dan materialisme yang menjadi sikap hidup Sanoesi Pane, terasa sekali
di dalam penokohan Airlangga yang digambarkan sebagai seniman pemikir di atas
singgasana raja. Dialektika idealisme dengan materialisme juga bisa kita
temukan dalam dialog antara tokoh Sanggarama Wijayattunggadewi dengan Arya
Bharad.
Sanggrama Wijayattunggadewi
Hanya dalam kesepian ada ketenangan bagi saya:
Saya ingin menjadi seorang pertapa, tanpa kesukaran, tanpa derita.
Pandangan Sanggrama itu dibantah oleh tokoh Arya Bharad lewat pertanyaan yang dilontarkannya.
Sanggrama Wijayattunggadewi
Hanya dalam kesepian ada ketenangan bagi saya:
Saya ingin menjadi seorang pertapa, tanpa kesukaran, tanpa derita.
Pandangan Sanggrama itu dibantah oleh tokoh Arya Bharad lewat pertanyaan yang dilontarkannya.
Arya Bharad
Apakah Anda maksudkan, bahwa dalam kesombongan pengasingan diri,
Dalam keangkuhan membisu Anda dapat mengabdi?
Kebebasan untuk diri sendiri itu mudah didapatkan,
Tetapi katakan kepada saya: bagi orang lain apakah faedah Anda,
Bila kesusahan duniawi tidak Anda dengarkan?
Begitulah pandangan Sanoesi Pane
tentang kehidupan. Puncak dari pemikirannya itu memang tidak berada di dalam
buku Airlangga, tetapi pada buku drama lainnya yang juga diterbitkan oleh Balai
Pustaka, Manusia baru.
Namun, untuk mengikuti perkembangan pemikiran Sanoesi Pane, Airlangga bolah dijadikan sebagai titik awal pembacaan. Sebab itulah, Balai Pustaka menerbitkan kembali drama yang mencatat sebuah masa menjelang turun takhtanya Airlangga.
Namun, untuk mengikuti perkembangan pemikiran Sanoesi Pane, Airlangga bolah dijadikan sebagai titik awal pembacaan. Sebab itulah, Balai Pustaka menerbitkan kembali drama yang mencatat sebuah masa menjelang turun takhtanya Airlangga.
KESIMPULAN
Poejangga baroe merupakan tempat bernaungnya para sastrawan pada priode
1933-1943, selain itu menjadi wadah penyemangat gerakan kemerdekaan yaitu
dengan amanat yang ditulis dalam karya-karya mereka (sastrawan)
Dari beberapa tokoh poejangga baroe ada beberapa karya yang sangat menarik
yaitu roman salah pilih karya nur
sutan iskandar yang menceritakan soal
jodoh, puisi berdiri aku karya amir hamzah yang disajikan dengan penuh
penjiwaan oleh penngaranya juga drama airlangga
karya sanusi pane yang menyajikan kisah kerajaaan. Semuanya merupakan karya sastra hasil dari satrawan yang cinta akan
tanah kelahiran.
Referensi
Mihardja, Achdiat K., 1948. Amir Hamzah dalam kenangan. Dalam Abrar Yusra
(Ed.),
1996. Amir Hamzah 1911 – 1946 sebagai manusia dan penyair.
Jakarta: Dokumentasi
Sastra H.B. Jassin.
Rosidi, Ajip, 1960. Amir Hamzah: hati yang ragu. Dalam Abrar Yusra (Ed.),
Rosidi, Ajip, 1960. Amir Hamzah: hati yang ragu. Dalam Abrar Yusra (Ed.),
1996. Amir
Hamzah 1911 – 1946 sebagai manusia dan penyair. Jakarta:
Dokumentasi
Sastra H.B. Jassin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar